Pages

Wednesday, October 21, 2009

Sekilas Tentang Dormansi

Dormansi, yaitu peristiwa dimana benih mengalami masa istirahat (Dorman). Selanjutnya didefinisikan bahwa Dormansi adalah suatu keadaan dimana pertumbuhan tidak terjadi walaupun kondisi lingkungan mendukung untuk terjadinya perkecambahan.
 PENYEBAB TERJADINYA DORMANSI
Benih yang mengalami dormansi ditandai oleh :
* Rendahnya / tidak adanya proses imbibisi air.
* Proses respirasi tertekan / terhambat.
* Rendahnya proses mobilisasi cadangan makanan.
* Rendahnya proses metabolisme cadangan makanan.
Kondisi dormansi mungkin dibawa sejak benih masak secara fisiologis ketika masih berada pada tanaman induknya atau mungkin setelah benih tersebut terlepas dari tanaman induknya. Dormansi pada benih dapat disebabkan oleh keadaan fisik dari kulit biji dan keadaan fisiologis dari embrio atau bahkan kombinasi dari kedua keadaan tersebut.
Secara umum menurut Aldrich (1984) Dormansi dikelompokkan menjadi 3 tipe yaitu :
* Innate dormansi (dormansi primer)
* Induced dormansi (dormansi sekunder)
* Enforced dormansi
Sedangkan menurut Sutopo (1985) Dormansi dikelompokkan menjadi 2 tipe yaitu :
* Dormansi Fisik, dan
* Dormansi Fisiologis












Tipe dormansi
Karakteristik
Contoh spesies
Metode pematahan dormansi
Alami
Buatan
Immature embryo
Benih secara fisiologis belum mampu berkecambah, karena embryo belum masak walaupun biji sudah masak
Fraxinus excelcior, Ginkgo biloba, Gnetum gnemon
Pematangan secara alami setelah biji disebarkan
Melanjutkan proses fisiologis pemasakan embryo setelah biji mencapai masa lewat-masak (after-ripening)
Dormansi mekanis
Perkembangan embryo secara fisis terhambat karena adanya kulit biji/buah yang keras
Pterocarpus, Terminalia spp, Melia volkensii
Dekomposisi bertahap pada struktur yang keras
Peretakan mekanis
Dormansi fisis
Imbibisi/penyerapan air terhalang oleh lapisan kulit biji/buah yang impermeabel
Beberapa Legum & Myrtaceae
Fluktuasi suhu
Skarifikasi mekanis, pemberian air panas atau bahan kimia
Dormansi chemis
Buah atau biji mengandung zat penghambat (chemical inhibitory compound) yang menghambat perkecambahan
Buah fleshy (berdaging)
Pencucian (leaching) oleh air, dekomposisi bertahap pada jaringan buah
Menghilangkan jaringan buah dan mencuci bijinya dengan air
Foto
dormansi
Biji gagal berkecambah tanpa adanya pencahayaan yang cukup. Dipengaruhi oleh mekanisme biokimia fitokrom
Sebagian besar spesies temperate, tumbuhan pioneer tropika humida seperti eucalyptus dan Spathodea
Pencahayaan
Pencahayaan
Thermo
dormansi
Perkecambahan rendah tanpa adanya perlakuan dengan suhu tertentu
Sebagian besar spesies temperate, tumbuhan pioneer daerah tropis-subtropis kering, tumbuhan pioneer tropika humida
Penempatan pada suhu rendah di musim dingin
Pembakaran
Pemberian suhu yang berfluktuasi
Stratifikasi atau pemberian perlakuan suhu rendah
Pemberian suhu tinggi
Pemberian suhu berfluktuasi


Tuesday, October 20, 2009

Vegetasi dan Cara Menganalisisnya




Vegetasi merupakan kumpulan tumbuh-tumbuhan, biasanya terdiri dari beberapa jenis yang hidup bersama-sama pada suatu tempat. Dalam mekanisme kehidupan bersama tersebut terdapat interaksi yang erat, baik diantara sesama individu penyusun vegetasi itu sendiri maupun dengan organisme lainnya sehingga merupakan suatu sistem yang hidup dan tumbuh serta dinamis (Marsono, 1977).
Vegetasi tanah dan iklim berhubungan erat dan pada tiap-tiap tempat mempunyai keseimbangan yang spesifik. Vegetasi di suatu tempat akan berbeda dengan vegetasi di tempat 1ain karena berbeda pula faktor lingkungannya. Vegetasi hutan merupakan sesuatu sistem yang dinamis, selalu berkembang sesuai dengan keadaan habitatnya. Analisis vegetasi adalah suatu cara mempelajari susunan dan atau komposisi vegetasi secara bentuk (struktur) vegetasi dari masyarakat tumbuh-tumbuhan. Unsur struktur vegetasi adalah bentuk pertumbuhan, stratifikasi dan penutupan tajuk. Untuk keperluan analisis vegetasi diperlukan data-data jenis, diameter dan tinggi untuk menentukan indeks nilai penting dari penvusun komunitas hutan tersebut. Dengan analisis vegetasi dapat diperoleh informasi kuantitatif tentang struktur dan komposisi suatu komunitas tumbuhan. Berdasarkan tujuan pendugaan kuantitatif komunitas vegetasi dikelompokkan kedalam 3 kategori yaitu
(1) pendugaan komposisi vegetasi dalam suatu areal dengan batas-batas jenis dan membandingkan dengan areal lain atau areal yang sama namun waktu pengamatan berbeda
(2) menduga tentang keragaman jenis dalam suatu areal
(3) melakukan korelasi antara perbedaan vegetasi dengan faktor lingkungan tertentu atau beberapa faktor lingkungan (Greig-Smith, 1983).
Untuk mempelajari komposisi vegetasi dapat dilakukan dengan Metode Berpetak (Teknik sampling kuadrat : petak tunggal atau ganda, Metode Jalur, Metode Garis Berpetak) dan Metode Tanpa Petak (Metode berpasangan acak, Titik pusat kwadran, Metode titik sentuh, Metode garis sentuh, Metode Bitterlich) (Kusuma, 1997).
Pola komunitas dianalisis dengan metode ordinasi yang menurut Mueller-Dombois dan E1lenberg (1974) pengambilan sampel plot dapat dilakukan dengan random, sistematik atau secara subyektif atau faktor gradien lingkungan tertentu. Untuk memperoleh informasi vegetasi secara obyektif digunakan metode ordinasi dengan menderetkan contoh-contoh (releve) berdasar koefisien uketidaksamaan. Variasi dalam releve merupakan dasar untuk mencari pola vegetasinya. Dengan ordinasi diperoleh releve vegetasi dalam bentuk model geometrik yang sedemikian rupa sehingga releve yang paling serupa mendasarkan komposisi spesies beserta kelimpahannya akan mempunyai posisi yang saling berdekatan, sedangkan releve yang berbeda akan saling berjauhan. Ordinasi dapat pula digunakan untuk menghubungkan pola sebaran jenis-jenis dengan perubahan faktor lingkungan.

Kelimpahan Jenis.
Data vegetasi yang terkumpul kemudian dianalisis untuk mengetahui kerapatan jenis, kerapatan relatif, dominansi jenis, dominansi relatif, frekuensi jenis dan frekuensi relatif serta Indeks Nilai Penting menggunakan rumus Mueller-Dombois dan Ellenberg (1974) sebagai berikut:
Kerapatan =                  Jumlah individu ................................................... 1)
                                     Luas petak ukur
Kerapatan relatif =         Kerapatan satu jenis x 100% .................................2)
                                       Kerapatan seluruh jenis
Dominansi =                  Luas penutupan suatu jenis ................................... 3)
                                     Luas petak
Dominansi relatif =         Dominansi suatu jenis x 100% ............................. 4)
                                     Dominansi seluruh jenis
Frekuensi =                  Jumlah petak penemuan suatu jenis .....…………. 5)
                                     Jumlah seluruh petak
Frekuensi relatif =          Frekuensi suatu jenis x 100% ….………………....6)
                                     Frekuensi seluruh jenis
Nilai penting = Kerapatan relatif +Frekuensi relatif + Dominansi relatif ..7)
Nilai penting merupakan penjumlahan dari kerapatan relatif, frekuensi relatif dan dominansi relatif, yang berkisar antara 0 dan 300 (Mueller-Dombois dan Ellenberg, 1974). Untuk tingkat pertumbuhan sapihan dan semai merupakan penjumlahan Kerapatan relatif dan Frekwensi relatif, sehingga maksimum nilai penting adalah 200.
Keanekaragaman jenis dan kemantapan komunitas setiap areal dapat digambarkan dengan indeks Shannon (Ludwig & Reynold, 1988) :
          s
H' = - Σ (pi) ln pi ….................................................... 8)
        i=1
Keterangan :
H' = Indeks Keranekaragaman Jenis
pi = ni/N
ni = Nilai Penting Jenis ke i
N = Jumlah Nilai Penting Semua Jenis
Makin besar H' suatu komunitas maka semakin mantap pula komunitas tersebut. Nilai H' = 0 dapat terjadi bila hanya satu spesies dalam satu contoh (sampel) dan H' maksimal bila semua jenis mempunyai jumlah individu yang sama dan ini menunjukkan kelimpahan terdistribusi secara sempurna.

Wednesday, October 14, 2009

Metabolisme,Enzim, Dan Respirasi Tumbuhan

Metabolisme Tumbuhan

Sel-sel yang hidup perannya identik dengan pabrik-pabrik kimia yang tergantung pada ketersediaan energi dan harus mematuhi hukum-hukum kimia. Secara kolektif, reaksi-reaksi kimia yang memungkinkan adanya kehidupan disebut metabolisme. Beribu-ribu reaksi tersebut berlangsung secara terus-menerus di dalam sel. Dengan adanya reaksi-reaksi tersebut banyak senyawa organik yang disintesis tumbuhan. Ratusan jenis senyawa dibentuk sebagai bahan penyusun struktur organel atau bagian-bagian dari sel lainnya. Tumbuhan juga menghasilkan senyawa metabolit sekunder (secondary metabolite) yang berfungsi untuk melindungi tumbuhan dari serangan serangga, bakteri, jamur, dan jenis patogen lainnya (Lakitan, 2004).

Beberapa rangkaian reaksi menghasilkan senyawa dengan molekul yang besar, seperti pati, selulosa, protein, lemak, dan asam lemak. Pembentukan senyawa yang lebih besar dari molekul yang lebih kecil dinamakan anabolisme. Reaksi anabolisme membutuhkan energi untuk kelangsungan prosesnya. Sebaliknya, katabolisme merupakan perombakan senyawa besar menjadi senyawa yang lebih kecil dengan menghasilkan energi. Salah satu reaksi yang paling penting pada katabolisme adalah respirasi. Res pirasi merupakan pemecahan molekul karbohidrat secara oksidatif menjadi CO2 dan air (Lakitan, 2004).

Baik anabolisme maupun katabolisme berlangsung secara sistematis dan teratur membentuk lintasan metabolik. Sel dapat mengatur lintasan metabolik yang dikehendakinya dan mengatur kecepatan reaksi tersebut dengan cara memproduksi suatu katalisator dengan jumlah yang sesuai dan pada saat yang dibutuhkan. Katalisator tersebut dinamakan enzim (Lakitan, 2004).

Fungsi Spesifik Dan Nomenklatur Enzim

Salah satu sifat penting enzim adalah fungsinya yang spesifik. Setiap enzim hanya bereaksi dengan satu substrat (reactant) atau kelompok kecil substrat yang mirip satu sama lain dam memiliki fungsi sama. Pada beberapa enzim, sifat yang spesifik ini adalah absolut (Lakitan, 2004).

Pada sistem penamaan, nama enzim umumnya diberi akhiran “ase” dan dicirikan oleh substratnya serta jenis reaksi yang dipacunya. International Union of Biochemistry membuat sistem nama yang lebih panjang dan baku untuk semua enzim yang peranannya telah jelas. Sebagai contoh, sitokhrom oksidase diberi nama sitokhrom c,O2 oksidoreduktase, menunjukkan bahwa jenis sitokhrom yang berperan sebagai donor elektronnya adalah tipe c , sedangkan O2 berperan sebagai penerima elektron (Lakitan, 2004).

Enzim berperan secara lebih spesifik dalam hal menentukan reaksi mana yang akan dipacu dibandingkan dengan katalisator anorganik, sehingga ribuan reaksi dapat terjadi dengan tidak mengjasilkan produk sampingan yang beracun. Enzim juga tanggap terhadap perubahan kondisi lingkungan, sehingga perubahan dapat dilakukan oleh tumbuhan sesuai dengan perubahan unsur lingkungan (Lakitan, 2004).

Sifat-Sifat Enzim

1. Berfungsi sebagai katalisator

2. Merupakan Protein

3. Tidak tahan panas

4. Enzim merupakan suatu koloid

5. Jumlah pemnggunaan enzim pada suatu reaksi tidaklah banyak

(Lakitan, 2004).

Respirasi Suatu Proses Pembongkaran

Jika suatu biji ditumbuhkan di ruangan gelap, maka biji tersebut akan semakin bertambah beratnya. Akan tetapi, jika kita mengukur berat keringnya, maka biji yang belum tumbuh lebih berat daripada biji yang sudah tumbuh. Artinya biji yang telah tumbuh banyak menyerap air, namun biji tersebut sebearnya kehilangan sebagian dari zat organiknya. Zat organik yang hilang itu sebenarnya tidak hilang sama sekali melainkan berubah menjadi energi yang digunakan pada proses pertumbuhan biji tadi. Perubahan inilah yang merupakan prose respirasi (Dwidjoseputro, 1989).

Semua sel aktif terus-menerus melakukan respirasi, sering menyerap O2 dan melepaskan CO2 dalam volume yang sama. Namun, respirasi itu lebih dari sekedar pertukaran gas secara sederhana. Proses keseluruhannya merupakan reaksi oksidasi-reduksi, yaitu senyawa dioksidasi menjadi CO2, sedangkan O2 yang diserap direduksi membentuk H2O. Sebagian besar energi yang dilepaskan selama respirasi kira-kira sebesar 2870 kj atau 686 kcal per mol glukosa (Salisbury, 1995).

Respirasi aerob

Respirasi aerob adalah suatu proses respirasi yang membutuhkan oksigen dari udara. Air yang terlepas sebagai hasil respirasi ini dinamakan air metabolisme. Pada tanaman tinggi yang berklorofil, gula berkarbon 6 menjadi substrat. Jaika terdapat lemak, lemak tersebut akan teroksidasi setelah gula heksosa habis. Untuk dapat menjadi substrat di dalam respirasi, lemak perlu berubah terlebih dahulu menjadi asam lemak dan gliserol. Jika persediaan lemak dan karbohidrat habis maka proteinlah yang dibongkar menjadi asam amino untuk dioksidasi (Dwidjoseputro, 1989).

Respirasi Anaerob

Respirasi anaerob sebenarnyadapat pula berlangsung di dalam udara bebas, akan tetapi tidak menggunakan O2 yang tersedia di udara bebas tersebut. Respirasi anaerob lebih sering disebut sebagai fermentasi, meskipun tidak semua fermentasi itu anaerob. Tujuannya sama dengan respirasi aerob, yaitu untuk mendapatkan energi. Namun, energi yang diperoleh dari respirasi anaerob jauh lebih kecil dibandingkan energi yang dihasilkan oleh respirasi aerob (Dwidjoseputro, 1989).

Pada umumnya, respirasi anaerob pada jaringan-jaringan di dalam tubuh tanaman tingkat tinggi hanya terjadi jika persediaan oksigen bebas tidak memenuhi jumlah maksimal yang dibutuhkan. Akan tetapi, tanggapan terhadap minimnya kadar oksigen bebas berbeda antara jaringan yang satu dengan yang lain. Misalnya kecambah jagung yang tidak dapat hidup di tempat yang tidak ada oksigennya sama sekali, sedangkan buah apel dapat bertahan berbulan-bulan di ruang penyimpanan dimana pada tempat itu hanya ada hidrogen dan nitrogen saja. Hasil respirasi anaerob di dalam jaringan-jaringan tanaman bukanlah alkohol, melainkan bermacam-macam asam organik seperti asam sitrat, asam malat, asam oksalat, dan asam tartarat (Dwidjoseputro, 1989).

Perbandingan Respirasi Aerob dan Anaerob

Pada banyak tanaman yang biasa tumbuh di darat, penggenangan air dalam waktu yang lama merupakan suatu ancaman bagi kehidupan tanaman tersebut. Respirasi aerob akan terhenti sama sekali, sedangkan respirasi anaerob tidak dapat mencukupi energi yang dibutuhkannya. Lebih dari itu, akumulasi dari hasil akhir respirasi lama-kelamaan akan menjadi racun bagi tanaman itu sendiri. Sebaliknya pada tanaman air, respirasi aerob dapat berlangsung terus karena adanya jaringan aerenkim (Dwidjoseputro, 1989).

Pada umumnya, jaringan yang dapat melangsungkan respirasi anaerob itu lebih mengutamakan respirasi aerob jika memiliki suatu kesempatan. Hal tersebut dikarenakan respirasi aerob lebih banyak menghasilkan energi daripada respirasi anaerob. Perubahan sikap jaringan tumbuhan yang seperi itu dinamakan efek Pasteur (Dwidjoseputro, 1989).

Enzim-Enzim yang Aktif Dalam Respirasi

A. 1.Transposporilase

Mendistribusikan H3PO4 dari molekul yang satu ke molekul yang lain.

B. 2.Desmolase

Enzim golongan ini membantu dalam pemindahan atau penggabungan ikatan-ikatan karbon seperti adolase di dalam pemecahan fruktosa menjadi gliseraldehida dan dehidroksiaseton

C. 3. Karboksilase

Enzim ini dapat membantu perubahan asam organik secara bolak-balik.

D. 4. Hidrase

Enzim ini berfungsi untuk menambahkan atau mengurangi air dari suatu senyawa dengan tidak menyebabkan terurainya senyawa tersebut. Enolase, fumarase, dan akonitase adalah enzim-enzim yang termasuk golongan hidrase.

E. 5. Dehidrogenase

Untuk memindahkan hidrogen dari zat yang satu ke yang lain

(Dwidjoseputro, 1989).

Kosien Respirasi

Jumlah CO2 yang terlepas dibagi dengan jumlah O2 yang diperlukan dalam respirasi merupakan suatu angka yang disebut kosien respirasi. Kosien respirasi itu benar-benar 1 jika yang menjadi substrat adalah gula (biasanya glukosa dan fruktosa). Namun, pada kenyataannya sangat jarang kosien respirasi suatu tanaman bernilai 1. Penyimpangan ini bisa terjadi karena beberapa faktor, misalnya jenis substrat, kadar O2 di dalam udara, persediaan air, cahaya, dan pengaruh bahan kimia (toksin) (Dwidjoseputro, 1989).

DAFTAR PUSTAKA

Dwidjoseputro. 1989. Pengantar Fisiologi Tumbuhan. Gramedia : Jakarta

Lakitan, Benyamin. 2004. Dasar-Dasar Fisiologi Tumbuhan. PT. Raja Grafindo Persada : Jakarta

Salisbury. 1995. Fisiologi Tumbuhan Jilid 2. Penerbit ITB : Bandung

Sunday, October 11, 2009

Pompa Ion dan Mekanisme Transpot Pada Tumbuhan


Sekilas Mengenai Pompa Ion

Air berdifusidari suatu larutan yang encer ke larutan yan lebih pekat. Pada umumnya larutan tanah merupakan larutan yang konsentrasinya jauh lebih rendah daripada konsentrasi larutan yang ada di sel-sel akar. Jika tanah cukup mengandung air , nilai osmosis sel-sel suatu tanaman sendah , sedangkan jika dalam kondisi kering sifat osmosis sel-sel tanaman tinggi.

Dengan masuknya air dari tanah ke dalam sel-sel akar maka ion-ion yang ada di dalam tanah akan masuk pula ke dalam sel. Masuknya ion-ion ke dalam sel diiringi pula dengan keluarnya ion-ion lain dari sel akar. Peristiwa keluar masuknya ion-ion dari dan ke dalam akar tersebut dikenal sebagai pertukaran ion.

Pemasukan ion-ion dari tanah ke dalam akar dipengaruhi oleh suatu hal yang disebut antagonisme ion. Artinya adalah pemasukan suatu ion akan mempengaruhi bahkan terkadang menentang pemasukan ion-ion lain ke dalam sel. Misalnya konsentrasi ion Na+ yang lebih tinggi daripada ion K+ atau Ca2+ akan menghambat peresapan kedua ion tersebut (K+ dan Ca2+).

Ion-ion dari larutan tanah harus memiliki konsentrasi yang lebih tinggi supaya dapat masuk ke dalam sel. Untuk mengatasi permasalahan tersebut ion-ion di dalam tanah membutuhkan suatu energi. Energi ion-ion tanah ini diperoleh dari proses respirasi akar. Respirasi akar sendiri terjadi apabila terdapat udara di dalam tanah. Karena itulah dibutuhkan ventilasi (pengudaraan) yang baik supaya dihasilkan energi maksimal untuk proses penyerapan ion-ion ke dalam sel akar.



Transpor Pasif

Dapat berlangsung karena adanya perbedaan konsentrasi larutan di antara kedua sisi membran. Pada transpor pasif tidak diperlukan energi metabolik. Transpor pasif dibedakan menjadi tiga, yaitu difusi sederhana (simple diffusion), difusi dipermudah atau difasilitasi (facilitated diffusion), dan osmosis.


l) Mekanisme difusi

Difusi merupakan proses perpindahan atau pergerakan molekul zat atau gas dari konsentrasi tinggi ke konsentrasi rendah. Difusi melalui membran dapat berlangsung melalui tiga mekanisme, yaitu difusi sederhana (simple difusion), difusi melalui saluran yang terbentuk oleh protein transmembran (simple difusion by chanel formed), dan difusi difasilitasi (fasiliated difusion).

Difusi sederhana melalui membran berlangsung karena molekul -molekul yang bergerak melalui membran bersifat larut dalam lemak (lipid) sehingga dapat menembus lipid bilayer pada membran secara langsung. Membran sel permeabel terhadap molekul larut lemak seperti hormon steroid, vitamin A, D, E, dan K serta bahan-bahan organik yang larut dalam lemak. Selain itu, membran sel juga sangat permeabel terhadap molekul anorganik seperti O, CO2, HO, dan H2O. Beberapa molekul kecil khusus yang terlarut serta ion-ion tertentu dapat menembus membran melalui saluran atau chanel. Saluran ini terbentuk dari protein transmembran, semacam pori dengan diameter tertentu yang memungkinkan molekul dengan diameter lebih kecil dari diameter pori tersebut dapat melaluinya. Sementara itu, molekul – molekul berukuran besar seperti asam amino, glukosa, dan beberapa garam – garam mineral , tidak dapat menembus membran secara langsung, tetapi memerlukan protein pembawa atau transporter untuk dapat menembus membran.

2) Difusi Difasilitasi

Difusi difasiltasi (facilitated diffusion) adalah pelaluan zat melalui membran plasma yang melibatkan protein pembawa atau protein transforter. Protein transporter tergolong protein transmembran yang memliki tempat perlekatan terhadap ion atau molekul vang akan ditransfer ke dalam sel. Setiap molekul atau ion memiliki protein transporter yang khusus.

3) Osmosis

Osmosis adalah proses perpindahan atau pergerakan molekul zat pelarut, dari larutan yang konsentrasi zat pelarutnya tinggi menuju larutan yang konsentrasi zat pelarutya rendah melalui selaput atau membran selektif permeabel atau semipermeabel. Jika di dalam suatu bejana yang dipisahkan oleh selaput semipermeabel, ditempatkan dua larutan glukosa yang terdiri atas air sebagai pelarut dan glukosa sebagai zat terlarut dengan konsentrasi yang berbeda dan dipisahkan oleh selaput selektif permeabel, maka air dari larutan yang berkonsentrasi rendah akan bergerak atau berpindah menuju larutan glukosa yang konsentrainya tinggi melalui selaput permeabel. Jadi, pergerakan air berlangsung dari larutan yang konsentrasi airnya tinggi menuju kelarutan yang konsentrasi airnya rendah melalui selaput selektif permiabel.

Larutan vang konsentrasi zat terlarutnya lebih tinggi daripada larutan di dalam sel dikatakan sebagai larutan hipertonis, sedangkan larutan yang konsentrasinya sama dengan larutan di dalam sel disebut larutan isotonis. Jika larutan yang terdapat di luar sel konsentrasi zat terlarutnya lebih rendah daripada di dalam sel, larutan dikatakan sebagai larutan hipotonis.

Transpor aktif

Pada transpor aktif diperlukan adanya protein pembawa atau pengemban dan memerlukan energi metabolik yang tersimpan dalam bentuk ATP. Selama transpor aktif, molekul diangkut melalui gradien konsentrasi.

Transpor aktif primer secara langsung berkaitan dengan hidrolisis ATP yang akan menghasilkan energi untuk transpor ini. Contoh transpor aktif primer adalah pompa ion Na- dan ion K+. Konsentrasi ion K+ di dalam sel lebih besar dari pada di luar sel, sebaliknya konsentrasi ion Na+ diluar sel lebih besar daripada di dalam sel. Untuk mempertahankan kondisi tersebut, ion-ion Na- dan K+ harus selalu dipompa melawan gradien konsentrasi dengan energi dari hasil hidrolisis ATP. Tiga ion Na+ dipompa keluar dan dua ion K+ dipompa ke dalam sel. Untuk hidrolis ATP diperlukan ATP-ase yang merupakan suatu protein transmembran yang berperan sebagai enzim.
Tranpor aktif sekunder merupakan transpor pengangkutan gabungan yaitu pengangkutan ion-ion bersama dengan pengangkutan molekul lain. Misalnya pengangkutan asam amino dan glukosa dari lumen usus halus menembus membran sel epitel usus selalu bersama dengan pengangkutan ion-ion Na+. Pada transpor aktif sekunder juga melibatkan protein pembawa dan membutuhkan energi dari hasil hidrolisis ATP.

Metabolisme Lipid


Lipid adalah molekul-molekul biologis yang tidak larut di dalam air tetapi larut di dalam pelarut-pelarut organik

Fungsi lipid

Ada beberapa fungsi lipid diantaranya:

1. Sebagai penyusun struktur membran sel

Dalam hal ini lipid berperan sebagai barier untuk sel dan mengatur aliran material-material.

2. Sebagai cadangan energi

Lipid disimpan sebagai jaringan adiposa

3. Sebagai hormon dan vitamin

Hormon mengatur komunikasi antar sel, sedangkan vitamin membantu regulasi proses-proses biologis

Jenis-jenis lipid

Terdapat beberapa jenis lipid yaitu:

1. Asam lemak, terdiri atas asam lemak jenuh dan asam lemak tak jenuh

2. Gliserida, terdiri atas gliserida netral dan fosfogliserida

3. Lipid kompleks, terdiri atas lipoprotein dan glikolipid

4. Non gliserida, terdiri atas sfingolipid, steroid dan malam

Metabolisme lipid

Lipid yang kita peroleh sebagai sumber energi utamanya adalah dari lipid netral, yaitu trigliserid (ester antara gliserol dengan 3 asam lemak). Secara ringkas, hasil dari pencernaan lipid adalah asam lemak dan gliserol, selain itu ada juga yang masih berupa monogliserid. Karena larut dalam air, gliserol masuk sirkulasi portal (vena porta) menuju hati. Asam-asam lemak rantai pendek juga dapat melalui jalur ini.

Sebagian besar asam lemak dan monogliserida karena tidak larut dalam air, maka diangkut oleh miselus (dalam bentuk besar disebut emulsi) dan dilepaskan ke dalam sel epitel usus (enterosit). Di dalam sel ini asam lemak dan monogliserida segera dibentuk menjadi trigliserida (lipid) dan berkumpul berbentuk gelembung yang disebut kilomikron. Selanjutnya kilomikron ditransportasikan melalui pembuluh limfe dan bermuara pada vena kava, sehingga bersatu dengan sirkulasi darah. Kilomikron ini kemudian ditransportasikan menuju hati dan jaringan adiposa.

Di dalam sel-sel hati dan jaringan adiposa, kilomikron segera dipecah menjadi asam-asam lemak dan gliserol. Selanjutnya asam-asam lemak dan gliserol tersebut, dibentuk kembali menjadi simpanan trigliserida. Proses pembentukan trigliserida ini dinamakan esterifikasi. Sewaktu-waktu jika kita membutuhkan energi dari lipid, trigliserida dipecah menjadi asam lemak dan gliserol, untuk ditransportasikan menuju sel-sel untuk dioksidasi menjadi energi. Proses pemecahan lemak jaringan ini dinamakan lipolisis. Asam lemak tersebut ditransportasikan oleh albumin ke jaringan yang memerlukan dan disebut sebagai asam lemak bebas (free fatty acid/FFA).

Secara ringkas, hasil akhir dari pemecahan lipid dari makanan adalah asam lemak dan gliserol. Jika sumber energi dari karbohidrat telah mencukupi, maka asam lemak mengalami esterifikasi yaitu membentuk ester dengan gliserol menjadi trigliserida sebagai cadangan energi jangka panjang. Jika sewaktu-waktu tak tersedia sumber energi dari karbohidrat barulah asam lemak dioksidasi, baik asam lemak dari diet maupun jika harus memecah cadangan trigliserida jaringan. Proses pemecahan trigliserida ini dinamakan lipolisis.

Proses oksidasi asam lemak dinamakan oksidasi beta dan menghasilkan asetil KoA. Selanjutnya sebagaimana asetil KoA dari hasil metabolisme karbohidrat dan protein, asetil KoA dari jalur inipun akan masuk ke dalam siklus asam sitrat sehingga dihasilkan energi. Di sisi lain, jika kebutuhan energi sudah mencukupi, asetil KoA dapat mengalami lipogenesis menjadi asam lemak dan selanjutnya dapat disimpan sebagai trigliserida.

Beberapa lipid non gliserida disintesis dari asetil KoA. Asetil KoA mengalami kolesterogenesis menjadi kolesterol. Selanjutnya kolesterol mengalami steroidogenesis membentuk steroid. Asetil KoA sebagai hasil oksidasi asam lemak juga berpotensi menghasilkan badan-badan keton (aseto asetat, hidroksi butirat dan aseton). Proses ini dinamakan ketogenesis. Badan-badan keton dapat menyebabkan gangguan keseimbangan asam-basa yang dinamakan asidosis metabolik. Keadaan ini dapat menyebabkan kematian.

Friday, October 09, 2009

RESPON IMUN

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Organisme hidup membutuhkan tempat yang ideal dimana organisme lainnya dapat melakukan perkembangan dan pertumbuhan. Karena itu tidaklah mengejutkan bahwa manusia (hewan) merupakan objek infeksi bagi virus , bakteri , protista , fungi , dan hewan-hewan parasit sebagai tempat hidup mereka. Akan tetapi , manusia (hewan) mempunyai suatu mekanisme yang dapat merusak atau menghancurkan agen penginfeksi tersebut. Semua mekanisme yang digunakan tubuh untuk merusak atau menghancurkan penginfeksi tersebut dinamakan respon imun (Karp, 1999).

Respon imun merupakan hasil kerjasama antara sel-sel yang berperan dalam respon imun itu sendiri. Sel-sel tersebut terdapat pada organ limfoid seperti kelenjar limfe , sumsum tulang , kelenjar tymus , dan spleen. Respon imun ini akan mendeteksi keberadan moleku-molekul asing dimana molekul tersebut memiliki bentuk yang berbeda dengan molekul normal. Senjata yang digunakan respon imun untuk menghancurkan patogen (molekul asing) tersebut meliputi sel dan protein terlarut. Senjata-senjata tersebutlah yang akan melindungi tubuh dari serangan patogen dan infeksi penyakit. Dengan begitu dapat disimpulkan bahwa respon imun berfungsi sebagai kekuatan utama bagi makhluk hidup , terutama manusia dan hewan (Karp, 1999).

1.2 Tujuan

Penulisan makalah ini bertujuan untuk memberikan penjelasan mengenai respon imun (imunitas) yang di hasilkan oleh tubuh mahkluk hidup , terutama manusia (hewan).

BAB II

ISI

2.1 Respon Imun Non Spesifik

Respon imun non spesifik disebut juga komponen nonadaptif atau innate, atau imunitas alamiah, artinya mekanisme pertahanan yang tidak ditujukan hanya untuk satu jenis antigen, tetapi untuk berbagai macam antigen. Imunitas alamiah sudah ada sejak individu dilahirkan dan terdiri atas berbagai macam elemen non spesifik. Jadi , bukan merupakan pertahanan khusus untuk antigen tertentu. Dilihat dari caranya diperoleh, respon imun non spesifik disebut juga respon imun alamiah. Respon imun non spesifik pada tubuh kita adalah kulit dengan kelenjarnya, lapisan mukosa dengan enzimnya, serta kelenjar lain dengan enzimnya seperti kelenjar air mata. Demikian pula sel fagosit (sel makrofag, monosit) dan komplemennya, berperan pada respon imun non spesifik (Judarwanto, 2009).

2.2 Respon Imun Spesifik

Respon imun spesifik atau disebut juga komponen adaptif atau imunitas didapat adalah mekanisme pertahanan yang ditujukan khusus terhadap satu jenis antigen, karena itu tidak dapat berperan terhadap antigen jenis lain. Perbedaanya dengan pertahanan tubuh non spesifik adalah pertahanan tubuh spesifik harus kontak atau ditimbulkan terlebih dahulu oleh antigen tertentu, baru ia akan terbentuk. Sedangkan pertahanan tubuh non spesifik sudah ada sebelum ia kontak dengan antigen (Judarwanto ,2009).

Bila respon imum non spesifik tidak dapat mengatasi invasi mikroorganisme maka imunitas spesifik akan terangsang. Mekanisme pertahanan (respon imun) spesifik adalah mekanisme pertahanan yang diperankan oleh sel limfosit, dengan atau tanpa bantuan komponen sistem imun lainnya seperti sel makrofag. Dilihat dari caranya diperoleh maka mekanisme pertahanan spesifik disebut juga respons imun didapat (adaptive immunity) (Albert, 2002).

Imunitas spesifik hanya ditujukan terhadap antigen tertentu yaitu antigen yang merupakan ligannya. Di samping itu, respons imun spesifik juga menimbulkan memori imunologis yang akan cepat bereaksi bila host terpapar kembali dengan antigen yang sama di kemudian hari. Pada respon imun spesifik akan terbentuk antibodi dan limfosit efektor yang spesifik terhadap antigen yang merangsangnya, sehingga terjadi eliminasi antigen (Judarwanto, 2009).

Sel yang berperan dalam respon imun ini adalah sel yang mempresentasikan antigen (APC = antigen presenting cell = makrofag) sel limfosit T dan sel limfosit B. Sel limfosit T dan limfosit B masing-masing berperan pada imunitas selular dan imunitas humoral. Sel limfosit T akan meregulasi respons imun dan melisis sel target yang dihuni antigen. Sel limfosit B akan berdiferensiasi menjadi sel plasma dan memproduksi antibodi yang akan menetralkan atau meningkatkan fagositosis antigen dan lisis antigen oleh komplemen, serta meningkatkan sitotoksisitas sel yang mengandung antigen yang dinamakan proses antibody dependent cell mediated cytotoxicy (ADCC) (Judarwanto, 2009).

2.2.1 Macam-Macam Respon Imun Spesifik

2.2.1.1 Imunitas Selular

Imunitas selular adalah imunitas yang diperankan oleh limfosit T dengan atau tanpa bantuan komponen sistem imun lainnya. Limfosit T adalah limfosit yang berasal dari sel pluripotensial yang pada embrio terdapat pada yolk sac; hati dan limpa, serta sumsum tulang. Dalam perkembangannya , sel pluripotensial yang akan menjadi limfosit T memerlukan lingkungan timus untuk menjadi limfosit T matur (Albert , 2002).

Di dalam timus, sel prekusor limfosit T akan mengekspresikan molekul tertentu pada permukaan membrannya yang akan menjadi ciri limfosit T. Molekul-molekul pada permukaan membran ini dinamakan juga petanda permukaan atau surface marker dan dapat dideteksi oleh antibodi monoklonal . Di samping munculnya petanda permukaan, di dalam timus juga terjadi penataan kembali gen (gene rearrangement) yang nantinya dapat memproduksi molekul yang merupakan reseptor antigen dari sel limfosit T . Jadi pada waktu meninggalkan timus , setiap limfosit T sudah memperlihatkan reseptor terhadap antigen diri (self antigen) (Albert, 2002).

Secara fungsional, sel limfosit T dibagi atas limfosit T regulator dan limfosit T efektor. Limfosit T regulator terdiri atas limfosit T penolong (Th = CD4) yang akan menolong meningkatkan aktivasi sel imunokompeten lainnya dan limfosit T penekan (Ts = CD8) yang akan menekan aktivasi sel imunokompeten lainnya bila antigen mulai tereliminasi. Sedangkan limfosit T efektor terdiri atas limfosit T sitotoksik (Tc = CD8) yang melisis sel target dan limfosit T yang berperan pada hipersensitivitas lambat (Td = CD4) yang merekrut sel radang ke tempat antigen berada (Judarwanto, 2009).

2.2.1.2 Imunitas Humoral

Imunitas humoral adalah imunitas yang diperankan oleh sel limfosit B dengan atau tanpa bantuan sel imunokompeten lainnya. Tugas sel B akan dilaksanakan oleh imunoglobulin yang disekresi oleh sel plasma. Terdapat lima kelas imunoglobulin yang kita kenal, yaitu IgM, IgG, IgA, IgD, dan IgE (Albert, 2002).

Limfosit B juga berasal dari sel pluripotensial yang perkembangannya pada mamalia dipengaruhi oleh lingkungan bursa fabricius dan pada manusia oleh lingkungan hati, sumsum tulang dan lingkungan yang dinamakan gut-associated lymphoid tissue (GALT). Dalam perkembangan ini terjadi penataan kembali gen yang produknya merupakan reseptor antigen pada permukaan membran. Pada sel B ini reseptor antigen merupakan imunoglobulin permukaan (surface immunoglobulin). Pada mulanya imunoglobulin permukaan ini adalah kelas IgM, dan pada perkembangan selanjutnya sel B juga memperlihatkan IgG, IgA dan IgD pada membrannya dengan bagian F(ab) yang serupa. Perkembangan ini tidak perlu rangsangan antigen hingga semua sel B matur mempunyai reseptor antigen tertentu (Albert, 2002).

Hasil akhir aktivasi sel B adalah eliminasi antigen dan pembentukan sel memori yang kelak bila terpapar lagi dengan antigen serupa akan cepat berproliferasi dan berdiferensiasi. Hal inilah yang diharapkan pada imunisasi. Walaupun sel plasma yang terbentuk tidak berumur panjang, kadar antibodi spesifik yang cukup tinggi mencapai kadar protektif dan berlangsung dalam waktu cukup lama dapat diperoleh dengan vaksinasi tertentu atau infeksi alamiah. Hal ini disebabkan karena adanya antigen yang tersimpan dalam sel dendrit dalam kelenjar limfe yang akan dipresentasikan pada sel memori sewaktu-waktu di kemudian hari (Albert, 2002).

Gambar 2.1 Mekanisme Kerja Respon Imun. Ketika sel normal tidak berhubungan dengan sel limfosit , sel akan mati ketika terinfeksi. Namun sel normal akan tetap bertahan meskipun terinfeksi apabila sel berikatan (berhubungan) dengan limfosit. Sel yang terinfeksi tersebut nantinya akan semakin mengintensifkan ikatan dengan limfosit sehingga terbentuklah suatu respon imun

2.3 Antibodi

Antibodi merupakan senjata yang tersusun dari protein dan dibentuk untuk melawan sel-sel asing yang masuk ke tubuh manusia. Senjata ini diproduksi oleh sel-sel B, ‘sekelompok prajurit pejuang’ dalam sistem kekebalan. Antibodi akan menghancurkan musuh-musuh penyerbu. Antibodi mempunyai dua fungsi, pertama untuk mengikatkan diri kepada sel-sel musuh, yaitu antigen. Fungsi kedua adalah membusukkan struktur biologi antigen tersebut lalu menghancurkannya (Filza, 2008).

Berada dalam aliran darah dan cairan non-seluler, antibodi mengikatkan diri pada bakteri dan virus penyebab penyakit. Mereka menandai molekul-molekul asing tempat mereka mengikatkan diri. Dengan demikian sel prajurit tubuh dapat membedakan sekaligus melumpuhkannya, layaknya tank yang hancur dan tak dapat bergerak atau melepaskan tembakan setelah dihantam rudal saat pertempuran. Antibodi berinteraksi dengan musuhnya (antigen) secara sempurna, seperti anak kunci dengan lubangnya yang dipasang dalam struktur tiga dimensi (Filza, 2008).

Tubuh manusia mampu memproduksi masing-masing antibodi yang cocok untuk hampir setiap musuh yang dihadapinya. Antibodi bukan berjenis tunggal. Sesuai dengan struktur setiap musuh, maka tubuh menciptakan antibodi khusus yang cukup kuat untuk menghadapi si musuh. Hal ini dikarenakan antibodi yang dihasilkan untuk suatu penyakit belum tentu bereaksi (berfungsi) bagi penyakit lainnya (Filza, 2008).

Membuat antibodi spesifik untuk masing-masing musuh merupakan proses yang luar biasa, dan pantas dicermati. Proses ini dapat terwujud jika sel-sel B mengenal struktur musuhnya dengan baik. Di alam ini terdapat jutaan musuh (antigen). Hal ini seperti membuat masing-masing kunci untuk jutaan lubang kunci. Perlu diingat, dalam hal ini si pembuat kunci harus mengerjakannya tanpa mengukur kunci atau menggunakan cetakan apa pun. Dia mengetahui polanya berdasarkan perasaan (Filza, 2008).

2.4 Struktur Imunoglobulin

Imunoglobulin atau antibodi adalah sekelompok glikoprotein yang terdapat dalam serum atau cairan tubuh pada hampir semua mamalia. Imunoglobulin terdiri dari 82-96% polipeptida dan 4-18% karbohidrat. Komponen polipeptida membawa sifat biologik molekul antibodi tersebut. Molekul antibodi mempunyai dua fungsi yaitu mengikat antigen secara spesifik dan memulai reaksi fiksasi komplemen serta pelepasan histamin dari sel mast (Judarwanto, 2009).

Gambar 2.2 Struktur Imunoglobulin. Sebuah antibodi terbuat dari dua rantai berat dan dua rantai ringan. Variasi tersebut menyebabkan antibodi (imunoglobulin) mengenali antigen yang sesuai (cocok) dengan bentuknya

Pada manusia dikenal 5 kelas imunoglobulin. Tiap kelas mempunyai perbedaan sifat fisik, tetapi pada semua kelas terdapat tempat ikatan antigen spesifik dan aktivitas biologik berlainan. Struktur dasar imunoglobulin terdiri atas 2 macam rantai polipeptida yang tersusun dari rangkaian asam amino yang dikenal sebagai rantai H (rantai berat) dengan berat molekul 55.000 dan rantai L (rantai ringan) dengan berat molekul 22.000. Tiap rantai dasar imunoglobulin (satu unit) terdiri dari 2 rantai H dan 2 rantai L. Kedua rantai ini diikat oleh suatu ikatan disulfida sedemikian rupa sehingga membentuk struktur yang simetris. Yang menarik dari susunan imunoglobulin ini adalah penyusunan daerah simetris rangkaian asam amino yang dikenal sebagai daerah domain, yaitu bagian dari rantai H atau rantai L, yang terdiri dari hampir 110 asam amino yang diapit oleh ikatan disulfid interchain, sedangkan ikatan antara 2 rantai dihubungkan oleh ikatan disulfid interchain. Rantai L mempunyai 2 tipe yaitu kappa dan lambda, sedangkan rantai H terdiri dari 5 kelas, yaitu rantai G (γ), rantai A (α), rantai M (μ), rantai E (ε) dan rantai D (δ). Setiap rantai mempunyai jumlah domain berbeda. Rantai pendek L mempunyai 2 domain; sedang rantai G, A dan D masing-masing 4 domain, dan rantai M dan E masing-masing 5 domain (Judarwanto, 2009).

Rantai dasar imunoglobulin dapat dipecah menjadi beberapa fragmen. Enzim papain memecah rantai dasar menjadi 3 bagian, yaitu 2 fragmen yang terdiri dari bagian H dan rantai L. Fragmen ini mempunyai susunan asam amino yang bervariasi sesuai dengan variabilitas antigen. Fab memiliki satu tempat tempat pengikatan antigen (antigen binding site) yang menentukan spesifisitas imunoglobulin. Fragmen lain disebut Fc yang hanya mengandung bagian rantai H saja dan mempunyai susunan asam amino yang tetap. Fragmen Fc tidak dapat mengikat antigen tetapi memiliki sifat antigenik dan menentukan aktivitas imunoglobulin yang bersangkutan, misalnya kemampuan fiksasi dengan komplemen (Judarwanto, 2009).

Enzim pepsin memecah unit dasar imunoglobulin tersebut pada gugusan karboksil terminal sampai bagian sebelum ikatan disulfida (interchain) dengan akibat kehilangan sebagian besar susunan asam amino yang menentukan sifat antigenik determinan, namun demikian masih tetap mempunyai sifat antigenik. Fragmen Fab yang tersisa menjadi satu rangkaian fragmen yang dikenal sebagai F(ab2) yang mempunyai 2 tempat pengikatan antigen (Judarwanto,2009).

2.5 Klasifikasi Imunoglobulin

2.5.1 Imunoglobulin G

IgG mempunyai struktur dasar imunoglobulin yang terdiri dari 2 rantai berat H dan 2 rantai ringan L. IgG manusia mempunyai koefisien sedimentasi 7 S dengan berat molekul sekitar 150.000. Pada orang normal IgG merupakan 75% dari seluruh jumlah imunoglobulin (Judarwanto, 2009).

IgG merupakan antibodi yang paling umum. Dihasilkan hanya dalam waktu beberapa hari, ia memiliki masa hidup berkisar antara beberapa minggu sampai beberapa tahun. IgG beredar dalam tubuh dan banyak terdapat pada darah, sistem getah bening, dan usus. Mereka mengikuti aliran darah, langsung menuju musuh dan menghambatnya begitu terdeteksi (Judarwanto, 2009).

Mereka mempunyai efek kuat anti-bakteri dan penghancur antigen. Mereka melindungi tubuh terhadap bakteri dan virus, serta menetralkan asam yang terkandung dalam racun.Selain itu, IgG mampu menyelip di antara sel-sel dan menyingkirkan bakteri serta musuh mikroorganis yang masuk ke dalam sel-sel dan kulit. Karena kemampuannya serta ukurannya yang kecil, mereka dapat masuk ke dalam plasenta ibu hamil dan melindungi janin dari kemungkinan infeksi (Judarwanto, 2009).

Jika antibodi tidak diciptakan dengan karakteristik yang memungkinkan mereka untuk masuk ke dalam plasenta, maka janin dalam rahim tidak akan terlindungi melawan mikroba. Hal ini dapat menyebabkan kematian sebelum lahir. Karena itu, antibodi sang ibu akan melindungi embrio dari musuh sampai anak itu lahir (Judarwanto, 2009).

2.5.2 Imuoglobulin M

Antibodi ini terdapat pada darah, getah bening, dan pada permukaan sel B. Pada saat organisme tubuh manusia bertemu dengan antigen, IgM merupakan antibodi pertama yang dihasilkan tubuh untuk melawan musuh.Janin dalam rahim mampu memproduksi IgM pada umur kehamilan enam bulan. Jika musuh menyerang janin, jika janin terinfeksi kuman penyakit, produksi IgM janin akan meningkat. Untuk mengetahui apakah janin telah terinfeksi atau tidak, dapat diketahui dari kadar IgM dalam darah (Judarwanto, 2009).

2.5.3 Imunoglobulin A

Antibodi ini terdapat pada daerah peka tempat tubuh melawan antigen seperti air mata, air liur, ASI, darah, kantong-kantong udara, lendir, getah lambung, dan sekresi usus. Kepekaan daerah tersebut berhubungan langsung dengan kecenderungan bakteri dan virus yang lebih menyukai media lembap seperti itu (Judarwanto, 2009).

Secara struktur, IgA mirip satu sama lain. Mereka mendiami bagian tubuh yang paling mungkin dimasuki mikroba. Mereka menjaga daerah itu dalam pengawasannya layaknya tentara andal yang ditempatkan untuk melindungi daerah kritis (Nuraini, 2008)

Antibodi ini melindungi janin dari berbagai penyakit pada saat dalam kandungan. Setelah kelahiran, antibodi tidak akan meninggalkan sang bayi, melainkan tetap melindunginya. Setiap bayi yang baru lahir membutuhkan pertolongan ibunya, karena IgA tidak terdapat dalam organisme bayi yang baru lahir. Selama periode ini, IgA yang terdapat dalam ASI akan melindungi sistem pencernaan bayi terhadap mikroba. Seperti IgG, jenis antibodi ini juga akan hilang setelah mereka melaksanakan semua tugasnya, pada saat bayi telah berumur beberapa minggu (Judarwanto, 2009).

2.5.4 Imunoglobulin D

Konsentrasi IgD dalam serum sangat sedikit (0,03 mg/ml), sangat labil terhadap pemanasan dan sensitif terhadap proteolisis. Berat molekulnya adalah 180.000. Rantai δ mempunyai berat molekul 60.000 – 70.000 dan l2% terdiri dari karbohidrat. Fungsi utama IgD belum diketahui tetapi merupakan imunoglobulin permukaan sel limfosit B bersama IgM dan diduga berperan dalam diferensiasi sel ini (Judarwanto, 2009).

IgD juga terdapat dalam darah, getah bening, dan pada permukaan sel B. Mereka tidak mampu untuk bertindak sendiri-sendiri. Dengan menempelkan dirinya pada permukaan sel-sel T, mereka membantu sel T menangkap antigen (Judarwanto, 2009)

2.5.5 Imunoglobulin E

IgE merupakan antibodi yang beredar dalam aliran darah. Antibodi ini bertanggung jawab untuk memanggil para prajurit tempur dan sel darah lainnya untuk berperang. Antibodi ini kadang juga menimbulkan reaksi alergi pada tubuh. Karena itu, kadar IgE tinggi pada tubuh orang yang sedang mengalami alergi (Endaryanto, 2009)

Tabel 1.1 Macam-Macam Imunoglobulin

KELAS

TEMPAT

FUNGSI

Ig G

Bentuk antibodi utama di sirkulasi

Mengikat patogen, mengaktifkan

komplemen, meningkatkan fagositosis

Ig M

Di sirkulasi , antibodi terbesar

Menggumpalkan sel

Ig A

Di saliva , susu

Mencegah patogen menyerang sel

epitel traktus digestivus dan

respiratori.

Ig D

Di sirkulasi , jumlahnya paling kecil

Menandai Kematuran sel B

Ig E

Berikatan dengan reseptor basofil dan sel mast dalam jaringan

Bertanggung jawab dalam respon alergi

(Nuraini, 2008)

2.6 Antigen

Antigen merupakan bahan asing yang dikenal dan merupakan target yang akan dihancurkan oleh sistem kekebalan tubuh. Antigen ditemukan pada permukaan seluruh sel. Akan tetapi dalam keadaan normal, sistem kekebalan seseorang tidak bereaksi terhadap selnya sendiri. Sehingga dapat dikatakan antigen merupakan sebuah zat yang menstimulasi tanggapan imun, terutama dalam produksi antibodi. Antigen biasanya berupa protein atau polisakarida, tetapi dapat juga berupa molekul lainnya, termasuk molekul kecil (hapten) yang dipasangkan ke protein-pembawa. Pada umumnya, antigen-antigen dapat di klasifikasikan menjadi dua jenis utama, yaitu antigen eksogen dan antigen endogen (Filza, 2008).

2.6.1 Antigen Eksogen

Antigen eksogen adalah antigen-antigen yang disajikan dari luar kepada hospes dalam bentuk mikroorganisme, tepung sari, obat-obatan atau polutan. Antigen ini bertanggungjawab terhadap suatu spektrum penyakit manusia, mulai dari penyakit infeksi sampai ke penyakit-penyakit yang dibenahi secara immologi, misalnya astma. Virus influenza misalnya yang merupakan penyebab utama epidemik penyakit saluran pernapasan pada manusia, terdapat di alam dalam berbagai jenis antigenic yang dikenal sebagai A, B, dan C. Jenis-jenis ini menggambarkan berbagai macam-macam mutasi virus. Populasi yang rentan akan diinfeksi oleh serotype tertentu. Setelah sembuh dan imunitas terbentuk, virus ini tidak lagi memperbanyak diri, karena mereka tidak cukup mendapat individu rentan untuk mendapatkan infeksi lanjutan. Namun sesuai dengan tekanan selektif, virus ini diketahui melakukan mutasi, kemudian akan melakukan mutasi, kemudian akan muncul varian baru virus influenza. Bila cukup virulen , varian baru ini bertanggungjawab pada epidemik baru. Dengan demikian manusia mampu mengatasi suatu epidemik, tetapi organisme menciptakan epidemi baru (Filza, 2008).

2.6.2 Antigen Endogen

Antigen endogen adalah antigen yang terdapat didalam tubuh dan meliputi antigen-antigen berikut: antigen senogeneik (heterolog), antigen autolog dan antigen idiotipik atau antigen alogenik (homolog). Antigen senogeneik adalah antigen yang terdapat dalam aneka macam spesies yang secara filogenetik tidak ada hubungannya, antigen-antigen ini penting untuk mendiagnosa penyakit. Kelompok-kelompok antigen yang paling banyak mempunyai arti klinik adalah kelompok-kelompok antigen yang digunakan untuk membedakan satu individu spesies dengan individu spesies yang sama. Pada manusia determinan antigen semacam ini terdapat pada sel darah merah, sel darah putih trombosit, protein serum, dan permukaan sel-sel yang menyusun jaringan tertentu dari tubuh, termaksud antigen-antigen histokompatibilitas. Antigen ini dikenal antigen polomorfik, karena adanya dua atau lebih bentuk-bentuk yang berbeda secara genetik didalam populasi (Filza, 2008).

2.7 Organ Limfoid

2.7.1 Thymus

Thymus merupakan organ yang terletak di dalam mediastinum di depan pembuluh-pembuluh darah besar yang meninggalkan jantung , yang termasuk dalam organ limfoid primer. Thymus merupakan satu-satunya organ limfoid primer pada mamalia yang tampak dan merupakan jaringan limfoid pertama pada embrio sesuadah mendapat sel induk dari saccus vitelus. Limfosit yang terbentuk mengalami proliferasi , tetapi sebagian akan mengalami kematian , yang hidup akan masuk ke dalam peredaran darah sampai ke organ limfoid sekunder dan mengalami deferensiasi menjadi limfoit T. Limfosit ini akan mampu mengadakan reaksi imunologis humoral. Germinal centers tidak terdapat di organ ini (Nuraini, 2008).

Limfosit sangat penting bagi perkembangan, karena adanya sejenis limfosit yang bertanggung jawab atas penolakan jaringan cangkok, delayed hypersensitivity, reaksi terhadap fungsi mikroorganisme dan virus tertentu. Limfosit thymus baru bersifat imunopektin apabila sudah berada di luar thymus. Limfosit besar akan berproliferasi di cortex tepi membentuk limfosit kecil yang berkelompok di cortex sebelah dalam (Filza, 2008).

2.7.2 Nodus Limfatik

Nodus limfatik merupakan organ kecil yang terletak berderet-deret sepanjang pembuluh limfe. Jaringan parenkimnya merupakan kumpulan yang mampu mengenal antigen yang masuk dan memberi reaksi imunologis secara spesifik. Organ ini berbentuk seperti ginjal atau oval dengan ukuran 1-2,5 mm. Bagian yang melekuk ke dalam disebut hillus , yang merupakan tempat keluar masuknya aliran darah. Nodus limfatik tersebar pada ekstrimitas , leher , dan abdomen. Nodus limfatik terdiri atas jaringan limfoid yang ditembusi anyaman pembuluh limfe khususyang disebut sinus limfatikus. Nodus limfotik sendiri dibungkus oleh jaringan pengikat sebagai kapsula yang menebal di daerah hillus dan beberapa jalur menjorok ke dalam sebagai trabekula. Parenkim diantara trabekula diperkuat oleh anyaman serabut retikuler yang berhubungan dengan sel retikuler. Diantara anyanman ini diisi oleh limfosit , plasmid, dan sel makrofag. Parenkim nodus limfotik terbagi atas cortex dan medula (Mader, 2000).

Fungsi imunologis nodus limfotik disebabkan adanya limfotik dan plasmid dengan bantuan makrofag untuk mengenal antigen dan pembuangan antigen fase terakhir. Nodus limfotik juga merupakan tempat penyebaran sel-sel yang baru dilepas oleh thymus atau sumsum tulang. Apabila di dalam nodus limfotik ditemukan eritrosit dengan jumlah yang sangat banyak maka disebut hemal nodes. Jenis ini ditemukan pada domba , tetapi tidak pada manusia (Nuraini, 2008).

2.7.3 Lien

Lien merupakan organ limfoid yang terletak di cavum abdominal di sebelah kiri atas di bawah diafragma dan sebagian besar dibungkus oleh peritonium. Lien merupakan organ penyaring yang kompleks yaitu dengan membersihkan darah dari bahan-bahan asing dan sel-sel mati disamping sebagai pertahanan imunologis terhadap antigen. Organ ini berfungsi pula untuk mendegradasi hemoglobin , metabolisme Fe , tempat persediaan trombosit , serta sebagai tempat limfosit T dan B. Pada beberapa binatang , lien berfungsi pula untuk pembentukan eritrosit , granulosit , dan trombosit (Anonim, 2009)

Lien dibungkus oleh jaringan padat sebagai capsula yang melanjutkan diri sebagai trabecula. Capsula akan menebal di daerah hilus yang berhubungan dengan peritoneum. Capsula dan trebecula terdiri atas jaringan pengikat padat dengan sel otot polos dan anyaman serabut elastis. Permukaan luar terdiri atas jaringan pengikat padat dengan sel otot polos dan anyaman serabut elastis. Permukaan luar terdiri dari sel mesotil sebagai bagian peritoneum. Trabecula merupakan lanjutan capsula yang membawa arteri, vena , dan pembuluh limfe. Trabecula mengandung lebih banyak serabut elastis dan beberapa serabut sel otot polos. Ada tiga teori mengenai hubungan arteri dan vena; yaitu :

1. Teori sirkulasi terbuka. Teori ini menyatakan bahwa darah dari kapiler bermuara di dalam celah-celah antara sel retikuler kemudian perlahan-lahan kembali ke sinus venosus.

2. Teori sirkulasi tertutup. Teori ini menyatakan bahwa kapiler berhubungan langsung dengan sinus venosus.

3. Teori kompromi. Teori ini menyatakan bahwa di dalam lien terdapat kedua macam sirkulasi tersebut di satu tempat.

Primodium lien tampak pada embrio umur 8-9 minggu sebagai suatu penebalan jaringan mesenkim pada mesogastrium dorsalis. Limfosit di dalam lien sebagian berupa limfosit T , sebagian dari medulla oseum yang di bawah pengaruh limfosit B. Makrofag di dalam lien kemungkinan berasal dari sel iduk dalam medulla osseum. Apabila lien diangkat , fungsinya akan diambil alih oleh organ lain. Apabila terjadi luka , akan terjadi kesembuhan dengan timbulnya jaringan pengikat (Anonim, 2009).

2.7.4 Tonsil

2.7.4.1 Tonsil Lingualis

Tonsil lingualis terdapat pada facies dorsalis radix linguae sebagai tonjolan-tonjolan bulat. Pada permukaannya terdapat lubang kecil yang melanjutkan diri sebagai celah invaginasi (crypta) yang dilapisi oleh epitel gepeng berlapis. Crypta tersebut dikelilingi oleh jaringan limfoid. Sejumlah limfosit yang mengalami infiltrasi dalam epitel dan berkumpul dalam crypta yang kemudian mengalami degenerasi dan membentuk suatu kumpulan dengan sel epitel yang sudah terlepas bersama bakteri sebagai detritus. Kadang-kadang di dalam crypta bermuara kelenjar mukosa(Nuraini, 2008)

2.7.4.2 Tonsil Palatina

Diantara arcus glossopalatinus dan arcus pharyngopalatinus terdapat dua buah jaringan limfoid di bawah membran mukosa yang masing-masing disebut tonsil palatina. Epitel bersama jaringan pengikat yang menutupi mengadakan invaginasi membentuk crypta sebanyak 10-20 buah. Pada dasr cryta , batas antara epitel dan jaringan limfoid kabur karena infiltrasi limfosit dalam epitel. Limfosit yang telah melintasi epitel bersama dengan leukosit dan sel epitel yang mati sebagai corpusculum salivarius. Apabila pada tonsil palatina ditemukan granulosit maka diindikasikan terjadi suatu peradangan (Nuraini, 2008)

2.7.4.3 Tonsil Pharyngealis

Pada atap dan dinding dorsal nasopharink terdapat kelompok jaringan limfoid yang ditutupi pula oleh epitel yang dinamakan tonsila pharyngealis. Jenis epitelnya sama dengan epitel tracus respiratorius , yaitu epitel semu berlapis bercillia dengan sel piala. Epitelnya tidak mengadakan invaginasi membentuk crypta , tetapi melipat-lipat. Pada puncak lipatan banyak infiltrasi limfosit , di bawah epitel terdapat nodulus limfaticus yang mengikuti lipatan-lipatan. Jaringan limfoid dipisahkan oleh capsula tipis jaringan pengikat dan di luar capsula terdapat kelenjar-kelenjar campuran yang saluran keluarnya menembus jaringan limfoid dan bermuara di dalam saluran lipatan epitel (Nuraini, 2008).

Gambar 2.3 Organ Limfoid Manusia. Organ limfoid pada manusia terdiri atas kelenjar thymus, spleen, kelenjar limfatik, sumsum tulang dan tonsil. Sumsum tulang dan kelenjar thymus merupakan tempat sintesis limfosit (B dan T) yang berperan penting pada respon imun manusia. Karena itulah sumsum tulang dan kelenjar thymus disebut sebagai organ limfoid utama (Albert, 2002).

2.8 Sel Yang Berperan Pada Sistem Imun

2.8.1 Permukaan Tubuh , Mukosa , dan Kulit

Permukaan tubuh merupakan pertahanan pertama terhadap penetrasi mikroorganisme. Bila penetrasi mikroorganisme terjadi juga, maka mikroorganisme yang masuk akan berjumpa dengan elemen lain dari sistem imunitas alamiah (Judarwanto, 2009).

Pada mukosa dan kulit terdapat kelenjar bersilia. Kelenjar bersilia terbut dapat menghambat penetrasi mikroorganisme. Enzim seperti lisozim dapat pula merusak dinding sel mikroorganisme (Judarwanto , 2009).

2.8.2 Makrofag

Sel makrofag mempunyai reseptor untuk IgG1 dan IgG3 pada fragmen Fc. Ikatan antibodi dan makrofag secara pasif akan memungkinkan makrofag memfagosit antigen yang telah dibungkus antibodi (opsonisasi). Ikatan ini terjadi pada subkelas IgG1 dan IgG3 pada lokasi domain CH3 (Nuraini,2008).

Makrofag menghasilkan sitokin dalam jumlah yang berlebihan sehingga makrofag merupakan sel efektor penting dalam bentuk tertentu imunitas yang diperantarai oleh sel (misalnya hipersensitivitas tipe lambat). Sitokin ini tidak hanya mempengaruhi sel B dan sel T ,tetapi juga mempengaruhi sel lain, termasuk endotel dan fibroblast (Kumar, 2004)

Makrofag memfagosit (dan akhirnya membunuh) mikroba yang diikat oleh antibodi. Oleh karena itu , makrofag merupakan efektor yang penting pada imunitas humoral (Kumar, 2004).

2.8.3 Sel ‘natural killer’ (NK)

Sel NK adalah sel limfosit yang dapat membunuh sel yang dihuni virus atau sel tumor. Interferon adalah zat yang diproduksi oleh sel leukosit dan sel yang terinfeksi virus, yang bersifat dapat menghambat replikasi virus di dalam sel dan meningkatkan aktivasi sel NK (Judarwanto, 2009)

Sel NK berukuran sedikit lebih besar daripada limfosit kecil dan berjumlah 10% hingga 15% limfosit darah perifer. Sel ini mengandung granula azurofilik yang berlimpah dan mampu menghancurkan berbagai sel tumor , sel yang terinfeksi virus, dan beberapa sel normal. Sel ini diklasifikasikan sebagai bagian sistem imun bawaan (non spesifik) yang merupakan lapis pertama pertahanan terhadap berbagai macam serangan. Sel NK mengeluarkan dua tipe reseptor permukaan yang memperkuat kemampuannya membunuh sel neoplastik atau sel yang terinfeksi virus (Kumar, 2004).

2.8.4 Limfosit

Limfosit merupakan pusat sistem kekebalan yang berperan utama dalam respon imun spesifik. Limfosit berfungsi sebagai :

1. Melindungi tubuh dari infeksi virus

2. Membantu sel lainnya untuk melindungi tubuh dari infeksi bakteri dan jamur

3. Berubah menjadi sel yang membentuk antibodi (sel plasma)

4. Melawan sel kanker

5. Membantu mengatur aktivitas sel lainnya dalam sistem kekebalan

Sel limfosit terbagi menjadi dua , yaitu limfosit B dan limfosit T. Limfosit B (disebut juga sel B) berasal dari sumsum tulang dan matang di dalam sumsum tulang. Sedangkan limfosit T (disebut juga sel T) berasal dari sumsum tulang, tetapi proses pematangannya terjadi di dalam kelenjar thymus.

Sel B akan menjadi sel plasma yang nantinya berperan sebagai antibodi untuk membantu tubuh menghancurkan sel-sel abnormal dan organisme penyebab infeksi ; misalnya bakteri, virus, dan jamur. Antibodi merupakan objek utama yang mengenali materi asing yang masuk ke dalam sel , misalnya protein dan polisakarida yang merupakan komponen dinding sel bakteri. Selain itu terdapat pula sel B pembelah dan sel B memori. Sel B pembelah nantinya akan menghasilkan sel limfosit dengan cepat dan banyak , sedangkan sel B memori berfungsi untuk mengingat antigen yang pernah terpapar (masuk) di dalam tubuh (Karp, 1999).

Sel T sendiri terbagi atas sel T pembantu dan sel T pembunuh. Sel T pembunuh akan mengenali dan menghancurkan sel abnormal atau sel yang terinfeksi. Sel T pembunuh dikenal pula sebagai sel T sitotoksik. Sedangkan sel T penolong akan membantu sel lainnya untuk menghancurkan organisme penyebab infeksi. Artinya sel T penolong merupakan pengatur respon imun dan menentukan kualitas respon imun. Sel T penolong ini hanyalah mengatur , tidak membunuh. Sel T pembantu merupakan sel utama dan reaksinya merupakan yang terpenting dalam proses respon imun. Akan tetapi , selain dua kelompok sel T di atas terdapat pula sel T penekan yang menekan aktivitas limfosit lainnya sehingga tidak menghancurkan jaringan normal. Sel T penekan akan bekerja setelah infeksi berhasil diatasi (Karp, 1999).

Secara singkat perbedaan antara sel B dan sel T tersaji pada tabel di bawah ini :

No

Limfosit B

Limfosit T

1

Dibuat di sumsum tulang dan dimatangkan di sumsum tulang

Dibuat di sumsum tulang , tetapi dimatangkan di thymus

2

Berperan dalam imunitas humoral

Berperan dalam imunitas selular

3

Menyerang antigen yang ada di cairan sel

Menyerang antigen yang berada di dalam sel

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Manusia mempunyai suatu sistem imun yang akan melindungi tubuh dari berbagai unsur patogen seperti bakteri , virus , fungi , protozoa , atau pun parasit yang dapat menyebabkan infeksi. Respon imun sangat bergatung pada kempuan sistem imun untuk mengenal dan menyingkirkan zat asing atau antigen. Ada dua jenis respon imun , yaitu respon imun spesifik dan respon non spesifik. Respon imun non spesifik umumnya merupakan imunitas bawaan (innate immunity) , yaitu dengan cara fagositosis yang diperankan oleh leukosit ; terutama neutrofil dan monosit. Sedangkan respon imun spesifik (adaptive immunity) merupakan respon imun yang timbul karena adanya antigen tertentu dimana tubuh pernah terpapar antigen tersebut sebelumnya. Limfosit memegang peranan penting dalam respon imun spesifik. Hal ini dikarenakan sel-sel limfosit dapat mengenal setiap jenis antigen ; baik antigen itraseluler maupun ekstraseluler. Limfosit T akan menimbulkan respon imun seluler , sedangkan limfosit B akan menimbulkan respon imun humoral. Limfosit B nantinya akan memproduksi suatu protein terlarut yang dikenal sebagai imunoglobulin.

DAFTAR PUSTAKA

Albert , B,D.Bray ;J. Lewis , M.Raff. 2002. Mollecular Biology of The Cell. Garland science : New York

Endarwanto, Anang. 2009. Prospek Probiotik Dalam Pencegahan Alergi Melalui Induksi Aktif Toleransi Imunologis. SFM Ilmu Kesehatan Anak F-K Unair : Surabaya.

Filza. 2008. Antigen Dan Antibodi. http://filzahazny.wordpress.com. Diakses pada tanggal 29 September 2009 Pukul 12.20 WIB

Judarwanto. 2009. Respon Imun . http://precadet.com/health issues . Diakses Tanggal 2 September 2009 Pukul 20.30 WIB

Karp , G. 1999. Cell and Malecular Biology. John Wiley & Sons, Inc : Canada.

Kumar, Vinay . 2004. Buku Ajar Patologi. Penerbit Buku Kedokteran EGC : Jakarta

Mader . 2000. Human Biology, sixth edition. The McGrawHill Companies, Inc : USA

Nuraini. 2008. Dasar-Dasar Imunobiologi . Universitas Indonesia Press : Jakarta