Pages

Friday, June 17, 2011

Kompleksitas Habitat - Ant Predator

Habitat merupakan tempat tinggal berbagai jenis organisme hidup untuk melaksanakan aktivitasnya. Semakin kompleks suatu habitat, yang dalam hal ini adalah keanekaragaman tumbuhan, maka semakin tinggi keanekaragaman dan struktur jaring-jaring makanan pada habitat tersebut. Dimana semakin tinggi diversitas tumbuhannya, semakin tinggi keanekaragaman herbivorinya, dan semakin tinggi pula keanekaragaman predator sehingga aliran energi pada jaring-jaring makanan tidak mengalami gangguan (Moraal, 2011).
            Berkaca pada penjelasan di atas, fragmentasi habitat seperti intensifikasi pada sistem pertanian atau perkebunan dapat menyebabkan terganggunnya jaring-jaring trophik. Philpott & Armbrecht (2006) mengemukakan bahwa kompleksitas habitat dan interaksi antar semut-semut predator mengalami penurunan karena adanya intensifikasi perkebunan. Pemakaian pestisida sintetik pada perkebunan (kopi dan kakao) tersebut menyebabkan turunnya diversitas semut predator yang pada akhirnya meningkatkan populasi hama sehingga menurunkan produksi tanaman. Hal tersebut menunjukkan bahwa semut merupakan predator penting di ekosistem alami maupun sistem perkebunan. Hal ini dibuktikan pula oleh Philpott & Perfecto1 (2008) yang memaparkan bahwa tiga spesies semut (Azteca instabilis, Camponotus textor, dan Crematogaster sp.) memiliki kemampuan untuk menghilangkan larva herbivor (S.frugiperda) dari tanaman kopi (Coffea arabica) dibandingkan jenis predator lainnya.
Melalui penelitian lain, dijelaskan bahwa penghilangan semut predator tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap serangan hama Berry Borer dan hasil panen kopi. Hal tersebut diindikasikan bahwa terjadi predasi oleh predator lain dimana ketika semut dihilangkan, predator seperti burung, kadal, atau labah-labah meningkat dimana predator-predator tersebut juga memberikan efek negatif bagi hama Berry borer (Greenberg et.al, 2000 dalam Philpott & Perfecto2, 2008).
Sehingga dapat dikatakan bahwa semut predator berpengaruh pada level trophic dibawahnya, namun karena interaksi yang terjadi pada suatu habitat (baik alami maupun buatan) sangat kompleks maka keberadaan prey (hama/herbivori) sebagai level trophic terendah tidak hanya dipengaruhi oleh keberadaan semut tetapi juga predator-predator lainnya. Selain itu perlu diingat pula bahwa sebagai habitat, tumbuhan tidak hanya berkaitan dengan asosiasi yang terjadi di dalamnya tetapi juga berkaitan erat dengan faktor abiotik  seperti suhu, intensitas cahaya ataupun kelembaban dimana faktor – faktor abiotik tersebut turut mempengaruhi interaksi yang terjadi antara organismenya termasuk semut predator dan mangsanya (Philpott &Perfecto2, 2008).

No comments: