Pages

Saturday, May 29, 2010

Interaksi Hewan-Tumbuhan

Suatu ekosistem selalu menunjukkan interaksi antara komunitasnya. Interaksi yang terjadi selalu memberikan pengaruh satu sama lain. Pada konteks interaksi antara hewan dengan tumbuhan berbagai pengaruh, baik positif maupun negatif, ditimbulkan oleh keduanya (hewan dan tumbuhan). Interaksi yang dapat terjadi antara hewan dengan tumbuhan meliputi herbivori, insektifori, polinatori, serta koevolusi.

Herbivori
Herbivori merupakan pola interaksi antara hewan pemakan vegetasi dengan tumbuhan dimana interaksi yang paling sering terjadi adalah grazing dan browsing. Grazing adalah interaksi yang melibatkan hewan pemakan rumput-rumputan seperti sapi, kuda, dan kambing. Sedangkan browsing merupakan interaksi yang melibatkan hewan pemakan pucuk atau bagian tanaman lainnya. Browsing kerap kali terjadi misalnya antara jerapa atau gajah dengan tanaman Accacia auricuriformis atau biji tanaman yang dikonsumsi oleh burung. Pengaruh yang disebabkan oleh interaksi tersebut meliputi :
A. Bagi Tumbuhan
  • Kotoran hewan dapat membantu menyuburkan tanah sehingga pertumbuhan dan perkembangan tanaman tidak terhambat 
  • Perumputan oleh herbivora mempengaruhi ketinggian dan kerapatan vegetasi serta kelembaban relatif mikrohabitat. Pada areayang dikelola dengan baik masih banyak tersedia ruang untuk herbivora sehingga tidak terjadi konsentrasi mamalia,tetapi pada lahan pertanian dimana lanskap mengalami fragmentasi ke dalam beberapa padang rumput, akan terjadi pengelompokan mamalia herbivora yang tidak hanya meningkatkan konsentrasi kotoran tetapi juga meningkatkan peluang rusaknya kotoran dan vegetasi yangada
  • Adanya hewan pemakan biji menjadi salah satu cara tumbuhan untuk menyebarkan bijinya sehingga tumbuhan tersebut dapat memperbanyak keturunannya di wilayah lain. Namun, Biji suatu jenis tanaman yang terbawa oleh hewan bisa saja terjatuh atau ditempatkan pada lahan/wilayah yang tidak kondusif seperti laut atau rawa-rawa sehingga penyebaran biji tidak berhasil dan eksistensi tanaman tersebut berkurang.
  • Hewan pemakan pucuk kerap kali merobohkan tumbuhan, terutama tumbuhan dengan habitus pohon. Perobohan tersebut dapat mengurangi dominansinya terhadap tumbuhan kecil/semak. Semakin banyak perobohan tumbuhan berhabitus pohon oleh hewan maka semakin besar kemungkinan tumbuhan tersebut menjadi langka hingga akhirnya mengalami kepunahan

B. Bagi Hewan
  • Karena tumbuhan merupakan produsen primer maka interaksi ini jelas sangat menguntungkan hewan terutama dalam hal pemenuhan nutrisi/sumber makanan
  • Bagi sebagian besar hewan, tumbuhan menjadi habitat (rumah) serta tempat berlindung dari predator

Insektifori
Interaksi berikutnya adalah insektifori yaitu interaksi yang melibatkan jenis tumbuhan pemakan hewan yang dalam hal ini adalah serangga. Jenis tumbuhan ini biasanya terdapat pada wilayah yang kekurangan unsur N (nitrogen) sehingga untuk mendapatkan asupan unsur tersebut jenis tumbuhan tertentu mengambil unsur N dari serangga. Contohnya adalah Kantung semar dan sebagian besar jenis dari famili Nepenthaceae, serta tumbuhan Venus dimana daunnya terdiferensiasi menjadi semacam alat gerak untuk menangkap serangga. Interaksi ini dapat menyebabkan kelangkaan beberapa jenis serangga, termasuk serangga-serangga yang berperan dalam peristiwa polinasi, sehingga akan berdampak buruk bagi spesies tanaman lain yang penyerbukannya bergantung pada serangga tersebut.

Polinatori
Polinatori merupakan interaksi antara tumbuhan dengan hewan yang sebenarnya bersifat kebetulan karena sebenarnya ”kunjungan” suatu hewan pada tumbuhan, khususnya bunga, bertujuan untuk mencari makan. Karena itulah dalam proses penyerbukan harus terjalin hubungan timbal balik antara tanaman berbunga dengan polinatornya. Interaksi ini akan terbentuk jika tanaman berbunga dapat menyediakan apa yang dibutuhkan oleh polinator untuk kelangsungan hidupnya. Ketika polinator memperoleh banyak manfaat dari kontaknya dengan bunga, yang dapat berupa makanan, tempat berlindung dan membangun sarang atau tempat melakukan perkawinan maka kontak tersebut dapat menjadi bagian yang tetap dalam hidupnya sehingga akan terbentuk interaksi yang konstan dengan tanaman tersebut. (Griffin dan Sedgley, 1989). Oleh karena itu tanaman berbunga harus mampu menarik polinatornya sehingga mendapatkan kunjungan polinator secara kontinu. Dengan demikian terdapat jaminan terjadinya transfer tepung sari yang  mendukung pembuahan (Pacini, 2000).

Koevolusi
Koevolusi merupakan interaksi yang melibatkan adaptasi evolusioner yang bersifat resiprok pada dua spesies. Akan tetapi, dasar genetik pada sebagian besar kasus masih belum dapat ditentukan dan seringkali sangat sulit untuk menentukan bahwa suatu perubahan evolusioner dalam satu spesies merupakan suatu kekuatan selektif yang menginduksi perubahan evolusioner pada spesies yang lain. Interaksi ini misalnya terjadi pada Passionflower vine dengan larva kupu-kupu dari genus Heliconius. Passionflower vine menghasilkan zat kimia beracun yang membantu melindungi daunnya dari serangga herbivora. Suatu kontraadaptasi berkembang pada Heliconius dimana ia mampu mencerna daun Passionflower vine yang beracun tersebut dengan suatu enzim pencernaan khusus. Resistensi larva Heliconius ini merupakan suatu kekuatan selektif yang mengarah pada terjadinya evolusi pertahanan yang dilakukan oleh tumbuhan tersebut. Caranya adalah beberapa daun Passionflower vine kerap terlihat memiliki bintik-bintik kuning dimana bintik-bintik kuning ini merupakan ”senjata” untuk melawan larva Heliconius. Larva Heliconius mengira bintik-bintik kuning tersebut adalah telur dari individu Heliconius yang lain sehingga Heliconius pertama tidak akan meletakkan telurnya pada daun tersebut untuk menghindari adanya kompetisi sehingga kerusakan daun Passionflower vine dapat berkurang (Campbell, 2004).


Daftar Pustaka


  • Campbell. 2004. Biologi Jilid 3, Edisi ke 5. Erlangga : Jakarta.
  • Faegri, K. & van der Pijl, L. 1979. The Principles of Pollination Ecology. Third edition,Pergamon Press, Oxford.
  • Ghazoul, J. 1997. Field Studies of Forest  Tree  Reproductive  Ecology.  ASEAN-           Canada Forest Tree Seed Center Project. Muak lek, Saraburi.
  • Griffin, A.R. & Sedgley, M. 1989. Sexual  Reproduction  of  Tree  Crops.  Academic            Press Inc. Harcourt Brace Jovanovich Publishers : San Diego.
  • Pacini, E. 2000. From Anther and Pollen Ripening to Pollen PresentationPlant             Systematics and Evolution 222: 19-43.

No comments: