Pages

Saturday, May 29, 2010

Fragmentasi Hutan, Penyebaran Biji, Dan Frugifore

Penyebaran biji merupakan salah satu tujuan manusia ketika melakukan habitasi (fragmentasi habitat). Akan tetapi, fragmentasi sendiri terkadang memberikan dampak negatif terhadap struktur komunitas di suatu ekosistem. Pembukaan lahan dan habitasi oleh manusia memberikan tekanan secara signifikan terhadap spesies lokal. Spesies yang diintroduksikan manusia di suatu habitat mampu menyingkirkan spesies asli dari persaingan memperebutkan sumber daya seperti nutrisi, cahaya, ruang, air, dan sebagainya. Jika spesies tersebut berevolusi di bawah kompetisi dengan tingkat predasi yang tinggi, maka lingkungan baru mungkin membuat spesies tersebut berkembang dengan sangat cepat. Habitat yang terganggu tersebut dapat menjadi suatu ekosistem yang baru yang memberikan pengaruh secara luas terhadap ekosistem lokal. Hal ini dapat menyebabkan spesies invasive dapat tumbuh pada habitat yang baru tersebut dan menyingkirkan spesies asli.
Sistem agroforestri dan sistem pertanian yang beragam yakni yang mempertahankan sebanyak mungkin vegetasi alami dilaporkan cukup efektif dalam upaya konservasi keragaman hayati dan merupakan sistem manajemen terbaik untuk menghindari adanya spesies invasive.

Frugivore merupakan spesies atau organisme pemakan buah, misalnya serangga, burung, dan mamalia. Frugivore sendiri dapat menjadi agen penyebar biji (seed dispersal) bagi suatu jenis tanaman untuk meningkatkan kualitas genetiknya di tempat yang lebih baik. Proses penyebaran biji ini dapat menurun ketika suatu ekosistem mengalami habitasi (yang dilakukan oleh manusia) misalnya fragmentasi hutan.  
Kruess & Tschrntke (1994) dalam Yaherwati (2006) menyakatan bahwa fragmentasi habitat alami merupakan salah satu faktor penyebab berkurangnya keanekaragaman spesies serangga. Apabila keanekaragaman tersebut terus menurun dampak yang paling parah diterima oleh tumbuhan yang polinasi dan penyebaran bijinya bergantung pada serangga tersebut. Sehingga tumbuhan tidak dapat lagi melakukan penyebaran biji ke daerah yang lebih luas
Fragmentasi dan konversi habitat secara khusus juga telah menghancurkan spesies primata. The Primate Specialist Group dari IUCN baru-baru ini telah menetapkan dua spesies, yaitu Orangutan Sumatera  (Pongo pygmaeus) dan Owa Jawa (Hylobates moloch), sebagai spesies yang menduduki peringkat tertinggi pada daftar 2 primata yang terancam punah.  Owa Jawa yang berjumlah antara 300-400 ekor sekarang terpencar di hutan-hutan yang masih tersisa di Jawa.  Di Sumatera, orangutan hanya terdapat di propinsi-propinsi Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat.
  
Daftar Pustaka 

  • Yaherwandi. 2006. Spatial Analysis of Agricultural Landscape and Hymenoptera Biodiversity at Cianjur Watershed. Hayati 13 (4) : 137-144

No comments: