Pages

Saturday, December 12, 2009

Coral Life Form

Coral atau terumbu karang adalah struktur di dasar laut berupa deposit kalsium karbonat yang melaksanakan metode standar pengambilan data life form karang dan organisme penyusun terumbu karang. Selain itu dimaksudkan pula untuk mengetahui dan dapat membedakan life form karang, menjelaskan factor-faktor fisik lingkungan yang menyebabkan pembentukan life form karang. Dilakukan pula identifikasi makro dan megafauna bentik yang berasosiasi dengan terumbu karang serta menganalisis korelasi antara persentase tutupan karang hidup dengan kelimpahan dan diversitas fauna asosiasi. Percobaan ini dilakukan pada tanggal 5 Desember 2009 di pantai Pasir Putih Situbondo, pukul 16.00 WIB. Langkah awal yang dilakukan adalah mengukur parameter fisik berupa suhu, salinitas, dan koordinat pantai tempat pengamatan. Dari pengukuran yang telah dilakukan didapatkan data dimana suhu mencapai 34° C dengan salinitas sebesar 35 ٪.  . Angka salinitas tersebut menandakan bahwa dalam 1000 mg air laut terkandung 35 gr garam (Nybakken, 1989).
Menurut Romimohtarto (2001), tipe-tipe karang dapat diklasifikasikan berdasarkan penembusan cahaya matahari ke dasar laut. Pada kedalaman 10 m biasanya didominasi oleh karang bercabang (branching) dan disebut sebagai mintakat merah. Maksud dari mintakat merah disini adalah gelombang cahaya matahari yang dapat menembus kedalaman 10 m adalah semua gelombang cahaya, dari yang terendah hingga yang terpanjang. Seperti diketahui bahwa gelombang terpanjang cahaya matahari adalah gelombang merah dengan panjang gelombang di atas 700 nm (Dwidjoseputro, 1989). Setelah mintakat merah terdapat mintakat kuning dengan kedalaman 10 m. Daerah ini didominasi oleh karang massif dan bercabang. Zona selanjutnya disebut mintakat hijau yang didominasi oleh karang daun. Daerah ini merupakan tempat dimana panjang gelombang cahaya fotosintesis dapat diserap maksimal oleh biota laut. Meskipun tumbuhan tidak menggunakan cahaya secara langsung sebagaimana tumbuhan memanfaatkannya untuk fotosintesis, tetapi hewan tetap membutuhkan intensitas cahaya maksimal untuk kelangsungan hidupnya terutama untuk menjaga stabilitas suhu tubuhnya. Selanjutnya terdapat mintakat biru yaitu pada kedalaman 60 m dengan kategori life form karang daun dan kerak. Pada zona ini sangat jarang ditemukan  kehidupan terumbu karang karena intensitas cahaya terbilang rendah. Zona terakhir dan merupakan zona terdalam adalah mintakat afotik. Zona afotik ini merupakan zona yang benar-benar tidak dapat ditembus oleh gelombang cahaya matahari sehingga nyaris tidak ada kehidupan di dalamnya. Jika dilihat dari hasil praktikum maka dapat dikatakan bahwa pengamatan dilakukan pada mintakat kuning dimana ditemukan karang massif dan bercabang.
Faktor-faktor yang mempengaruhi eksistensi coral life form ini meliputi faktor fisik dan kimia. Faktor fisik pada umumnya berhubungan dengan kondisi alam. Cahaya jelas menjadi salah satu faktor utama. Seperti telah dijelaskan sebelumnya bahwa cahaya digunakan untuk proses fotosintesis bagi tumbuhan (biota laut) serta sebagai sumber energi panas bagi hewan. Karena itulah dapat dikatakan bahwa semakin tinggi intensitas cahaya yang mampu menembus kedalaman laut maka semakin tinggi organismenya dengan catatan intensitas intensitas cahaya tersebut masih berada pada batas maksimal kebutuhan organisme karena tidak menutup kemungkinan intensitas cahaya yang terlalu tinggi dapat menyebabkan kematian suatu organism yang dalam hal ini adalah terumbu karang. Selain intensitas cahaya, kehidupan terumbu karang bergantung pula pada pasang surut air laut. Sebenarnya pasang surung inilah yang merupakan faktor pembatas utama bagi kehidupan terumbu karang. Pasang surut merupakan salah satu gejala yang memiliki gejala dengan pengaruh terbesar bagi biota di wilayah pantai. Hal tersebut dikarenakan keadaan pasang surut menyebabkan terjadinya fluktuasi perubahan suhu serta intensitas cahaya. Apabila terjadi pasang, terutama pasang tertinggi, maka seluruh biota laut hingga tepi pantai terendam air sehingga mereka tidak memiliki kontak langsung dengan matahari. Akan tetapi, ketika terjadi surut tertinggi kawasan yang tadinya terendam oleh air laut bisa jadi terpapar langsung oleh cahaya matahari sehingga organisme atau biota yang ada di kawasan tersebut membutuhkan suatu mekanisme adaptasi untuk mempertahankan dirinya. Jika proses adaptasi tadi tidak berhasil dilakukan maka dapat dipastikan bahwa biota tersebut tidak dapat mempertahankan kehidupannya. Hal ini dapat pula terjadi pada coral life form dimana perubahan suhu yang berlangsung secara terus menerus dapat mengakibatkan perubahan mekanisme fisiologis yang lama-kelamaan akan menggangu kehidupan terumbu karang tersebut (Nybakken, 1994).
Ekosistem terumbu karang dunia diperkirakan meliputi luas 600.000 km2, dengan batas sebaran di sekitar perairan dangkal laut tropis, antara 30 °LU dan 30 °LS. Terumbu karang dapat ditemukan di 109 negara di seluruh dunia, namun diduga sebagian besar dari ekosistem ini telah mengalami kerusakan atau dirusak oleh kegiatan manusia setidaknya terjadi di  93 negara.  Gambar 4.3 memperlihatkan peta lokasi sebaran ekosistem terumbu karang di seluruh dunia (Veron, 1986).

DAFTAR PUSTAKA

Nybakken, J.W. 1994. Marine Biology : An Ecologycal Approach. PT Gramedia. Jakarta.
Romimohtarto. 2001. Biologi Laut, Ilmu Pengetahuan Tentang Biota Laut. Djambatan : Jakarta
Veron. J.E.N. 1986. Coral of Australia and The Indofasific. Angus & Robertos :Australia.




No comments: