Pages

Thursday, December 24, 2009

THE SHORE ENVIRONMENT

    Pertemuan antara laut dan daratan merupakan suatu area dengan keanekaragaman hayati yang menakjubkan. Area ini merupakan kawasan yang sempit sekali (hanya beberapa meter) yang masih dipengaruhi atau terletak di antara air tinggi dan air rendah . Wilayah yang lebih dikenal dengan istilah intertidal ini menurut Nybakken (1986) dikenal tidak hanya dari tingginya keanekaragaman hayati yang kesemuanya merupakan organisme asli laut tetapi juga memiliki variasi faktor lingkungan terbesar dibandingkan dengan daerah bahari lainnya.Masyarakat lebih mengenal area ini sebagai area Pasang Surut.
    Sejumlah besar gradien ekologi dapat terlihat pada wilayah intertidal yang dapat berupa daerah pantai berpasir, berbatu maupun berlumpur. Perbedaan pada seluruh tipe pantai ini dapat dipahami melalui parameter fisika dan biologi lingkungan yang dipusatkan pada perubahan utamanya serta hubungan antara komponen biotik (parameter fisika-kimia lingkungan) dan komponen abiotik ( seluruh komponen makhluk atau organisme) yang berasosiasi di dalamnya.
    Pantai, terutama pantai berbatu berbeda dalam hal rata-rata ukuran partikel. Ukuran partikel dapat mencapai beberapa mikrometer pada pantai berlumpur, beberapa ratus mikrometer pada pantai berpasir, beberapa centimeter pada bentuk gravel dan puluhan meter pada batuan besar yang massive yang secara fungsional tidak jauh berbeda dengan karang yang terjal (Gambar 10). Ukuran rata-rata dari partikel merupakan refleksi akan pergerakkan air seperti aksi gelombang dan arus terutama pada daerah pantai terbuka, dan sebagiannya merupakan hasil dari proses evolusi secara geologi. Pasir halus hanya terakumulasi pada daerah pantai yang terlindung.
    Pada pantai berpasir yang terbuka (terekspose) dengan drainase yang baik dan partikel kwarsa (kerikil) serta memiliki asosiasi aktivitas bakteri yang terbatas ditambah kandungan oksigen yang baik memberikan penampakan orange keemasan dari pantai. Sebaliknya, pada pantai berlumpur yang terlindung menampakkan penampilan warna sedimen yang gelap dan bau yang tak sedap dari hidrogen sulphide sebagai akibat aktivitas bakteri dengan biomassa yang besar dan air yang terperangkap di sedimen serta beban bahan organik yang tinggi dalam suasana anaerobik.
    Komunitas pada pantai berbatu relatif lebih sederhana dan tersusun oleh spesies yang mudah diidentifikasi serta kelimpahannya yang dapat di duga. Pola distribusi dapat dengan mudah digambarkan. Sebagian besar organisme berkompetisi untuk memperoleh sumberdaya yang telah ditetapkan, ruang. Yang paling penting adalah bahwa pantai relatif mudah untuk di manipulasi melalui eksperimen karena kepemilikan dua dimensi kealamiahannya dan cepatnya pembalikkan dari komponen-komponen yang dominan. Sebaliknya, gradien terestrial yang digambarkan diatas pada beberapa skala memiliki jarak puluhan atau ratusan kilometer.
Pasang Surut.
    Meskipun pasang surut bukanlah penyebab utama dari zonasi, namun fenomena ini merupakan faktor fisik lingkungan yang dominan terjadi pada banyak pantai. Pengaruh dari pasang surut air laut yang berbeda untuk tiap zona memungkinkan berkembangnya komunitas yang khas untuk masing-masing zona di aderah pantai yang terkena ritme pasang surut (Peterson, 1991 dalam Wimbaningrum, 2002). Pasang surut dihasilkan oleh kombinasi gaya yang ditimbulkan akibat rotasi bumi dan sistem bulan dan gaya gravitasi matahari dan bulan terhadap bumi. Gaya sentrifugal yang ditimbulkan oleh rotasi bumi dan sistem bulan memiliki sudut dan arah yang sama pada setiap titik pada permukaan bumi , akan tetapi gaya gravitasi yang ditimbulkan oleh bulan bervariasi dalam sudut dan arahnya akibat perubahan posisi relatif bulan terhadap bumi.
Gradien Salinitas Laut – Tawar (The Marine-Freshwater Gradient of Salinity)
    Salinitas air laut sekitar 35 ‰, tetapi di daerah pesisir salinitas biasanya berkurang seiring dengan keberadaan masukan air tawar. Pada daerah dimana pengaruh air tawar sangat signifikan, gradien salinitas berubah dari salinitas kondisi air laut ke salinitas kondisi air tawar (salinitas lebih rendah di banding salinitas air laut). Kondisi seperti ini paling sering terlihat di daerah estuari. Hanya spesies laut yang mampu mentoleransi terhadap salinitas yang lebih rendah dan selalu berfluktuasi yang dapat memanfaatkan atau bertahan di daerah salinitas rendah dari gradien ini. Kekayaan spesies rendah, tetapi populasi dari spesies yang menghuni daerah tersebut memiliki kepadatan dan biomass yang sangat tinggi. Hanya sedikit spesies air tawar yang dapat bertahan pada daerah yang salinitasnya lebih tinggi dari gradien ini, 
biasanya spesies air tawar terkonsentrasi hanya daerah yang terbatas hingga bagian atas (menuju ke hulu).
    Pada pantai berpasir, aliran air sangat cepat sehingga pada daerah ini kesempatan air untuk tersimpan (standing water) sangat kecil untuk mengalami evaporasi maupun terencerkan oleh hujan. Sebaliknya di daerah pantai berlumpur biasanya mampu menahan atau menyimpan air sehingga jika terjadi hujan lebat atau evaporasi di saat pasang rendah maka perubahan salinitas akan terjadi.
    Interaksi antara ukuran partikel dan paparan atau hempasan gelombang sangat mungkin terjadi dan interaksi tersebut meripakan proses yang sangat penting dalam proses pembentukan karakteristik biologi pantai. Pantai dengan ukuran partikel substrat yang besar (pantai berbatu), organisme yang ditemukan biasanya kecil, ukurannya relatif dengan ukuran partikel, organisme tersebut mampu bertahan pada permukaan batu. Organisme pantai berbatu berada di sepanjang gradien yang terpapar atau terkena hempasan gelombang. Pada pantai berbatu spesies yang berbeda memiliki adapatasi yang berbeda terhadap perubahan sudut gelombang dan intensitas interaksi biologi akan bervariasi sepanjang gradien ini.
    Pada akhirnya ukuran partikel substrat baik itu pada pantai berpasir maupun pantai berlumpur menunjukkan bahwa sebagian besar spesies yang berasosiasi di sana berukuran lebih besar dibanding ukuran rata-rata partikel. Organisme yang hidup di bawah permukaan substrat dengan menekan partikel substrat ke dalam atau dengan membuat jalan tabung (lubang) dalam bentuk permanen atau setengah permanen pada sedimen. Organisme tersebut dikenal dengan istilah infauna. Hanya pada pantai yang benar-benar terlindung dimana pengaruh pergerakkan air terlalu lemah secara signifikan memperlihatkan bahwa organisme tersebut (infauna) mengganggu sedimen dengan cara memperbesar ruang hidup bagi tumbuhan dan hewan yang ada. Beberapa metazoa (organisme multiselluler) yang cukup kecil dan terdapat atau mampu hidup pada ruang-ruang atau celah-celah antara partikel dikenal dengan interstitial meiofauna.
 
DAFTAR PUSTAKA
 
  • Castro, P and M. E Huber. 2003. Marine Biology. 4th ed. McGraw – Hill. Boston-USA. 468p

  • Nybakken, J. W. 1986. Biologi Laut : Suatu Pendekatan Ekologi. M. Eidman, Koesoebiono, Dietrich G. Bengen, M. Hutomo dan S. Sukardjo (Alih Bahasa). 2nd ed. PT. Gramedia. Jakarta.

  • Mann, K. H. 2000. Ecology of Coastal Waters : With Implications for Management. _2nd ed. Balckwell Science. United Kingdom.

  • Walcott, T. G. 1973. Physiological Ecology and Intertidal Zonation Limpets (ACMAEA) : A Critical Look at ” Limiting Factors”. J. Biol. Bull. 145 : 389 – 422.

  • Westernburn, M and S. Jattu. 2006. Effects of Wave Exposure on Sublitoral Distribution of Blue Mussel Mytillus edulis in a Heteregenous Archipelago. J. Marine Ecology Progress Series. 306 : 191 – 200.


No comments: