Pages

Saturday, October 03, 2009

EKOFISIOLOGI

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Semua makhluk hidup mampu berubah ukuran, bentuk dan jumlah asalkan diberi kondisi yang cocok untuknya. Ketiga proses yang telah disebutkan tadi sangat mempengaruhi kehidupan suatu organisme dan merupakan pembeda dengan makhluk hidup yang mati. Akan tetapi, mengigat tidak ada yang dapat mengendalikan alam beserta perubahan-perubahannya suatu individu (tumbuhan) memiliki cara-cara tertentu untuk beradaptsi dengan lingkungannya. Faktor-faktor alam yang kerapkali mempengaruhi kehidupan suatu individu misalnya transpirasi, presipitasi, suhu dan cahaya. Disamping faktor-faktor biotik, tumbuhan di pengaruhi pula oleh factor fisik dan kimia. Factor fisik dan kimia tersebut misalnya pencemaran dan aklimasi (Anonim, 2009).

Reaksi yang diberikan suatu tanaman terhadap faktor-faktor fisik dan kimia tentu saja berbeda untuk setiap jenis tanaman. Reaksi-reaksi tersebut merupakan studi ekofisiologi dimana di dalamnya dibahas adaptasi fisiologis organisme terhadap lingkungannya. Adaptasi ini dilakukan supaya mereka dapat bertahan hidup, tumbuh dan melakukan perkembangbiakan (reproduksi). Pada percobaan ini sendiri, pengamatan ditekankan pada pengaruh gas polutan dan intensitas cahaya terhadap morfologi tumbuhan Pterocarpus indicus (Anonim, 2009).

1.2 Permasalahan

Permasalan yang muncul pada percobaan ini adalah bagaimana cara mengetahui pengaruh gas polutan terhadap struktur stomata daun Pterocarpus indicus serta pengaruh intensitas cahaya pada Phaseolus radiatus maupun kondisi naungan terhadap morfologi tumbuhan Zea mays.

1.3 Tujuan

Percobaan ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh gas polutan terhadap struktur stomata daun Pterocarpus indicus dan pengaruh intensitas cahaya terhadap morfologi Phaseolus radiatus maupun kondisi naungan terhadap morfologi Zea mays.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pencemaran Lingkungan

Suatu kejadian yang erat hubungannya dengan estetika dan etika lingkungan ialah peristiwa pencemaran lingkungan. Rusak atau terganggunya suatu lingkungan dapat karena perusakan dan atau pencemaran. Suatu lingkungan hidup dapat terganggu oleh kerusakan atau perusakan. Kerusakan lingkungan bisa terjadi karena factor-faktor alam seperti petir, angin kencang, musim kemarau yang panjang, banjir, erosi, gempa bumi, retak bumi, meletusnya bukit yang biasa disebut sebagai bencana alam. Pencemaran udara dapat terjadi karena asap dari kendaraan bermotor, mesin pabrik, dan pembakaran sampah. Gas dari limbah rumah tangga, pabrik, pasar seperti CO2, CO, H2S, NH3 merupakan pencemar udara yang belum banyak ditangani. Debu dari jalan yang belum diaspal dan debu dari halaman atau tanah kering pada umumnya merupakan sumber pencemaran udara yang gawat (Wirakusumah, 2003).

2.2 Sel penutup (stomata)

Pada epidermis terdapat lubang kecil yang dibatasi oleh dua sel khusus, yang disebut sel penutup. Sel penutup dengan lubangnya disebut stoma (stomata). Pada beberapa tumbuhan, stoma ada yang mempunyai sel tetangga. Sel ini secara morfologi berbeda dari epidermis lain, yaitu terdiri atas dua atau lebih sel tetangga yang mengelilingi sel penutup yang tampaknya berhubungan secara fungsi. Stoma dengan sel tetangga disebut stomata apparatus atau stomata kompleks. Sel tetangga biasanya berkembang dari sel protoderm yang berdekatan dengan sel indukstoma, tetapi dapat juga berkembang dari saudara sel induk. Berdasarkan hubungan ontogeni antara sel penutup dan sel tetangga, stomata dapat dibedakan jadi tiga, yaitu :

1) Stomata mesogen: sel tetangga yang mempunyai asal-usul sama dengan sel penutup

2) Stomata perigen: sel tetangga yang berkembang dari sel protodermyang berdekatan dengan sel induk stomata

3) Stomata mesoperigen: sel di sekeliling stomata, yaitu satu atau lebih sel tetangga yang mempunyai asal-ususl yang sama dengan sel penutup, sedangkan sel yang lain tidak.

Stomata terutama terdapat pada daun, batang dan rimpang. Stomata tidak terdapat pada akar dan seluruh tubuh tumbuhan parasit yang tidak mengandung klorofil, seperti Monotropa dan Neottia. Stomata terdapat pada sisi atas dan bawah daun, atau hanya pada permukaan bawah saja. Sel penutup stomata ada yang melengkung ke dalam dan ada yang menonjol lebih tinggi dari epidermis. Di bawah stomata, di bagian mesofil terdapat ruang antarsel yang disebut ruang substomata. Ketebalan yang tidak sama dan keajekan dinding menyebabkan sel penutup berubah bentuk karena volumenya meningkat. Perubahan ini menyebabkan membukanya stomata. Menurut hipotesa lain, susunan menjari mikroserabut selulosa pada dinding sel penutup berperan penting dalam gerakan pembukaan stoma (Mulyani , 2006).

Berdasarkan hubungan stomata dengan sel epidermis tetanggganya, stomata dikelompokkan menjadi berbagai tipe. Meskipun terdapat tipe yang berbeda pada familia yang sama, bahkan dalam daun dari spesies yang sama, struktur stomata rumit dapat digunakan untuk mempelajari taksonomi. Secara morfologi, menurut Melcalfe&Chalk (1950), ada lima tipe stomata pada dikotil.

1) Tipe anomosit

Pada tipe anomosit, sel penutup dikelilingi sejumlah sel tertentu yang tidak dapat dibedakan bentuk dan ukurannya dari sel epidermis yang lain.

2) Tipe anisosit

Pada tipe anisosit, sel penutup dikelilingi oleh tiga sel tetangga yang tidak sama ukurannya.

3) Tipe parasit

Pada tipe parasit, setiap sel penutup didampingi oleh satu atau lebih sel tetangga yang letaknya sejajar dengan stomata.

4) Tipe diasit

Pada tipe diasit, setiap stomata dikelilingi oleh dua sel tetangga yang letaknya memotong stomata.

5) Tipe aktinosit

Tipe aktinosit merupakan variasi dari tipe diasit

(Mulyani, 2006)

2.3 Dormansi biji

”Dorman” artinya ”tidur” atau ”beristirahat”. Para ahli biologi menggunakan istilah itu untuk tahapan siklus hidup, seperti biji dorman, yang memiliki laju metabolisme yang sangat lambat dan sedang tidak bertumbuh dan berkembang. Dormansi pada biji meningkatkan peluang bahwa perkecambahan akan terjadi pada waktu dan tempat yang paling menguntungkan bagi pertumbuhan biji. Pengakhiran periode dormansi umumnya memerlukan kondisi lingkungan yang tertentu. Lama waktu dimana biji dorman masih hidup dan mampu berkecambah bervariasi dari beberapa hari hingga beberapa dekade atau bahkam lebih lama lagi, bergantung pada spesies dan kondisi lingkungan. Sebagian besar biji sangat tahan lama sehingga bisa tahan selama satu atau dua tahun sampai kondisi memungkinkan untuk berkecambah (Campbell, 2004).

2.4 Perkecambahan

Perkecambahan biji bergantung pada imbibisi, penyerapan air akibat potensial air yang rendah pada biji yang kering. Air yang berimbibisi menyebabkan biji mengembang dan memecahkan kulit pembungkusnya dan juga memicu perubahan metabolik pada embrio yang menyebabkan biji tersebut melanjutkan pertumbuhan. Enzim-enzim akan mulai mencerna bahan-bahan yang disimpan pada endosperma atau kotiledon, dan nutrien-nutriennya dipindahkan ke bagian embrio yang sedang tumbuh. Organ yang pertama muncul dari biji yang berkecambah adalah radikula, yaitu akar embrionik. Berikutnya, ujung tunas harus menembus permukaan tanah. Dirangsang oleh cahaya, hipokotil akan tumbuh lurus, mengangkat kotiledon dan epikotil. Dengan demikian, ujung tunas yang lembut dan kotiledon yang sangat besar itu ditarik ke atas permukaan tanah, bukan didorong oleh ujungnya melalui tanah yang abrasif. Sekarang epikotil menyebarkan helaian daun pertamanya, yang mengembang, menjadi hijau, dan mulai membuat makanan melalui fotosintesis. Kotiledon akan layu dan rontok dari biji karena cadangan makanannya telah dihabiskan oleh embrio yang berkecambah itu (Campbell , 2004).

2.5 Cahaya

Dari semua faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhi sisten kehidupan pada jenajng populasi, cahaya paling vital. Tanpa komponene radiasi matahari ini, begitu banyak jumlah organisme yang sudah dikenal tidak mungkin ada. Fungsi cahaya merupakan faktor ekologi yang bervariasi intensitasnya, panjang gelombangnya serta deviasi penyinarannya. Kadang-kadang cahaya dipandang sebagai komponen iklim utama, terutama bila iklim dikaitkan dengan jumlah jam penyinaran sinara surya dalam kurun waktu tertentu (Wirakusumah, 2003).

Intensitas cahaya paling penting bagi vegetasi, yang telah dipilih merupakan situasi dimana tanaman itu hidup yang responnya terhadap selang batas nilai cahaya tertentu. Intensitas cahaya dapat diukur dan dapat dinyatakan dalam dua cara, yaitu dengan ukuran iluminasi atau energi (Wirakusumah , 2003).

Karena cahaya sebagai energi, memasuki walaupun secara terbatas sebenarnya ada sistem-sistem ontogenik alamiah, intesitasnya merupakan keperluan utama. Dalam penentuan energi ang diperlukan bagi suatu sistem untuk beroperasi. Intensitas cahaya juga menentukan intensitas lokomotor pada banyak hewan-hewan kecil walaupun pada tumbuhan sangat terbatas (Wirakusumah , 2003).

Pada umumnya, tumbuh-tumbuhan memberikan respon tidak sama terhadap variasi gelombang pada cahaya. Ada yang memanfaatkan panjang gelombang tertentu dan netral terhadap gelombang-gelombang lainnya (Wirakusumah, 2003)

Matahari memberikan energi yang menggerakkan hampir seluruh ekosistem, meskipun hanya tumbuhan dan organisme fotosintetik lain yang menggunakan sumber energi ini secara langsung. Intensitas cahaya merupakan faktor terpenting yang menbatasi pertumbuhan tumbuhan di lingkungan darat , tetapi penaungan oleh kanopi hutan membuat persaingan untuk mendapatkan cahaya membatasi persebaran organisme fotosintesis (Campbell, 2004).

2.6 Suhu

Walaupun pengaruh iklim spesifik pada faktor tertentu, misalnya populasi sesungguhnya merupakan pengaruh perpaduan suhu dan kelembapan, tetapi dimungkinkan mengkaji pengaruh suhu semata-mata terutama dikaitkan pada suhu terendah yang mendekati batas toleransi bagi populasi tertentu (Wirakusumah, 2003).

Sebagian vegetasi memiliki mekanisme khusus untuk mampu bertahan dari suhu ekstrem lebih lama. Peristiwa itu dinamakan kriptobiosis. Kondisi suhu di luar batas toleransi merupakan faktor pembatas dalam distribusi populasi tertentu dan juga merupakan penentu seleksi bagi suatu kelompok populasi (Wirakusumah , 2003).

2.7 Pencemaran Udara

Pencemaran udara berarti hadirnya satu atau beberapa kontaminan di dalam udara atmosfer di luar, seperti debu, busa, gas, kabut, bau-bauan, asap atau debu dalam kuantitas yang banyak dengan berbagai sifat, hingga dapat meninmbulkan gangguan-gangguan terhadap kehidupan manusia, tumbuhan atau hewan (Kristanto, 2002).

Udara adalah suatu campuran gas yang terdapat pada lapisan yang yang mengelilingi bumi. Komposisi campuran gas tersebut tidak selalu konstan, komponen yang konsentrasinya paling bervariasi adalah air dalam bentuk uap dan karbondioksida. Jumlah uap air yang ada dalam udara bervariasi bergantung dari cuaca dan suhu (Kristanto, 2002).

Tabel Komposisi Udara Kering dan Bersih

Komponen

Formula

%Volume

Ppm

Nitrogen

N2

78,08

780800

Oksigen

O2

20,95

209500

Argon

Ar

0,934

9340

Karbondioksida

CO2

0,0134

314

Neon

Ne

0,00182

18

Helium

He

0,000524

5

Metana

CH4

0,0002

2

Kripton

Kr

0,00014

1

(Kristanto, 2002).

BAB III

METODE KERJA

3.1 Bahan dan alat

3.1.1 Bahan

Bahan yang digunakan pada praktikum ekofisiologi tumbuhan yaitu daun sono (Pterocarpus indicus) dari daerah Perak dan ITS, kutex bening, kacang hijau (Phaseolus radiatus), jagung (Zea mays),dan air.

3.1.2 Alat

Alat-alat yang digunakan yaitu mikroskop, selotip bening, gunting, gelas aqua, dan kapas.

3.2 Prosedur kerja

3.2.1 Hubungan Pencemaran Atmosfer dan Pertumbuhan

Sampel daun tumbuhan Pterecarpus indicus dari daerah Perak dan ITS dibersihkan dengan kapas basah. Kemudian dibuat preparat dari sampel daun tersebut dengan mengoleskan kutex dibawah permukaan daun. Setelah kutex mengering, daun kemudian ditutupi dengan selotip bening. Setelah agak lama, selotip bening diambil dan ditempelkan pada kaca obyek. Kaca obyek kemudian diamati dibawah mikroskop. Diamati dan difoto.

3.2.2 Hubungan Cahaya dan Pertumbuhan

Benih tanaman jagung dan kacang hijau dikecambahkan terlebih dahulu dalam sebuah cawan dalam semalam. Kemudian jagung dan kacang hijau diletakkan pada di cawan plastik yang berbeda. Biji kacang hijau diletakkan dibawah naungan sedangkan biji jagung diletakkan dibawah cahaya matahari.

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Pengamatan

4.1.1 Hasil Pengamatan Hubungan Cahaya dan Pertumbuhan

Hari ke-

Pertumbuhan Biji Jagung (cm) (Tempat naungan)

Pertumbuhan Biji Kacang Hijau (cm) (Tempat terbuka)

1

2

3

4

5

1

2

3

4

5

0

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

1

0,3

-

-

-

-

-

0,5

0,3

0,3

0,6

2

1,5

-

-

-

-

-

0,6

0,5

0,5

1,3

3

1,5

-

-

-

-

-

0,7

0,6

0,5

6,4

4

1,8

0,5

-

0,5

0,2

-

1,3

1

1,5

10,5

5

1,9

0,8

-

0,7

0,3

-

1,5

2,1

1,8

11

6

1,9

1

-

0,7

0,3

-

1,8

3,3

2

11,4

7

2

1

-

0,8

0,3

-

2

4

2,3

12,6

8

2,3

1

-

1

0,4

-

2,1

4,5

2,5

13

9

2,3

1,1

-

1

0,4

-

2,2

4,7

2,6

14,5

4.1.2 Hasil Pengamatan Hubungan Pencemaran dan Pertumbuhan Tanaman

No.

Perlakuan

Pengamatan

Keterangan

1

Ditentukan lokasi pengambilan sampel (daun sono)

-Daerah Perak

-Daerah Kampus ITS

Daun (sampel) di daerah Perak lebih berdebu daripada daerah kampus ITS

2

Dibersihkan permukaan sampel dengan kapas atau tissue basah

Permukaan sampel menjadi bersih

Seluruh permukaan (atas dan bawah) dibersihkan

3

Diolesi masing-masing helai daun sampel dari 2 lokasi dengan menggunakan cutex secukupnya

Permukaan masing-masing daun tampak bening dan mengkilat

Cutex dioleskan pada bagian bawah permukaan daun saja

4

Dikeringkan sampel daun yang telah diolesi cutex

Permukaan daun masih tampak bening

Perlakuan 3,4,5, dan 6 merupakan proses pembuatan preparat yang akan diamati

5

Dilapisi permukaan daun yang telah diolesi cutex dengan menggunakan selotip

Tidak ada perubahan

6

Diangakat selotip yang telah dilapiskan pada permukaan daun dan direkatkan pada kaca objek

Selotip yang semula bening menjadi tampak keruh

Warna keruh menunjukkan ikut terlepasnya stomata dari daun

7

Preparat diamati di bawah mikroskop dengan perbesaran 400x

-Stomata dari sampel daun yang diambil dari daerah perak tampak rusak

-Stomata dari sampel daun yang diambil dari daerah kampus ITS

Gambar terlampir

4.2 Perbandingan Jumlah Stomata

Stomata daerah ITS



































































Jumlah Total Stomata = 16

Stomata abnormal =1

Stomata normal = 13

Perhitungan = abnormal x 100% = ___1____ x 100% = 7.14%

Total 14

Stomata daerah Perak :





























































Jumlah Total Stomata = 25

Stomata abnormal =15

Stomata normal = 10

Perhitungan = abnormal x 100% = ___15___ x 100% = 60%

Total 25

4.3 Pembahasan

4.3.1 Hasil Pengamatan Hubungan Cahaya dan Pertumbuhan

Secara fisiologis cahaya memiliki peranan yang penting bagi perkecambahan dan pertumbuhan tanaman. Untuk membuktikan hal tersebut dilakukanlah pengamatan mengenai pengaruh intensitas cahaya maupun kondisi naungan terhadap morfologi tanaman. Langkah pertama yang dilakukan pada percobaan ini adalah merendam biji Phaseolus radiatus dan Zea mays di dalam air selama sehari semalam. Perendaman ini bertujuan supaya biji lebih cepat berkecambah. Perkecambahan biji bergantung pada imbibisi, penyerapan air akibat potensial air yang rendah pada biji yang kering. Air yang berimbibisi menyebabkan biji mengembang dan memecahkan kulit pembungkusnya dan juga memicu perubahan metabolik pada embrio yang menyebabkan biji tersebut melanjutkan pertumbuhan.

Sementara itu, dibuat wadah perkecambahan dimana digunakan wadah gelas plastik air kemasan. Bagian bawah wadah dilubangi kecil-kecil sebagai sirkulasi udara pada akar biji yang mulai berkecambah. Selain itu , digunakan kapas basah sebagai media tanam. Setelah wadah siap dan perendaman biji selesai , lima buah biji untuk masing-masing spesies disemaikan pada wadah yang berbeda.

Gambar 4.1 Perlakuan terhadap biji Phaseolus radiatus dan Zea mays

Biji Zea mays digunakan sebagai objek di tempat naungan, sedangkan biji Phaseolus radiatus sebagai objek di tempat terbuka. Peletakan masing-masing wadah di tempat yang ditentekukan dianggap sebagai hari ke 0 pengamatan. Setelah itu, setiap hari selama 9 hari berturut-turut dilakukan pengamatan morfologi pada tiap-tiap spesies. Pengamatan dilakukan dengan cara mengukur tinggi tanaman yang telah tumbuh. Pengukuran tersebut tidak menggunakan penggaris atau alat ukur pada umumnya, tetapi menggunakan benang. Penggunaan benang ini dimaksudkan agar tidak merusak biji yang telah tumbuh. Misalnya, patahnya batang yang masih sangat muda atau bergesernya biji sehingga akar biji tercabut.

Gambar 4.3 Grafik Pertumbuhan Biji Zea mays dalam naungan

Gambar 4.4 Grafik Pertumbuhan Biji Phaseolus radiatus

Dapat dilihat dari grafik bahwa perkecambahan lebih cepat terjadi pada daerah naungan. Hal ini dikarenakan adanya keberadaan hormon auksin pada tanaman. Hormon auksin tersebut berada pada bagian meristem ujung tanaman dan berfungsi untuk pemanjangan tanaman. Hormon tersebut bekerja secara optimal pada tempat yang intensitas cahaya mataharinya rendah. Karena itulah daerah naungan mengalami perkecambahan dalam waktu yang relatif lebih cepat daripada biji di tempat terbuka. Akan tetapi, setelah biji di daerah terbuka mengalami perkecambahan, biji-biji tersebut lebih cepat mengalami pertumbuhan daripada biji di tempat naungan. Cepatnya pertumbuhan tersebut tentu saja karena biji di tempat terbuka lebih banyak mendapatkan cahaya daripada di tempat terbuka. Cahaya merupakan salah satu bahan utama pada proses fotosisntesis tumbuhan. Jika kekurangan cahaya, fotosintesis mengalami gangguan sehingga tanaman tidak memperoleh nutrisi yang dibutuhkannya selama masa pertumbuhan.

4.3.2 Hasil Pengamatan Hubungan Pencemaran dan Pertumbuhan Tanaman

Praktikum Pengamatan Hubungan Pencemaran dan Pertumbuhan Tanaman ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh gas polutan terhadap struktur stomata pada daun. Hal pertama yang dilakukan adalah menyiapkan satu helai daun Pterocarpus indicus yang telah diambil dari wilayah perak dan wilayah ITS. Daun pada daerah perak mewakili tumbuhan yang daunnya diindikasikan tercemar oleh gas polutan. Pengindikasian tersebut dikarenakan daerah Perak merupakan kawasan yang kerap kali dilalui kendaraan bermotor. Sementara itu, daun dari wilayah ITS digunakan sebagai kontrol percobaan dimana daunnya tidak terlalu dipengaruhi gas polutan.

Sehelai daun dari masing-masing perwakilan tempat dibersihkan dengan kapas atau kertas tissue basah. Proses pembersihan ini dimaksudkan untuk menghilangkan debu yang melekat pada permukaan daun. Setelah bersih dan kering , permukaan bawah daun dilumuri kutex bening. Hal tersebut supaya sel epidermis daun dapat terangkat. Setelah itu , untuk mengangkat lapisan epidermis daun , bagian yang telah diolesi kutex dilapisi dengan selotip bening dimana selanjutnya selotip tersebut dilepaskan dari daun. Selanjutnya, selotip yang mengandung lapisan epidermis tersebut ditempelkan pada gelas objek. Semua langkah yang disebutkan di atas merupakan proses pembuatan preparat stomata daun.

Penggunaan lapisan abaxial daun sebagai bahan pembuatan preparat stomata dikarenakan lapisan abaxial daun mengandung lebih banyak stomata daripada lapisan adaxial daun. Hal tersebut merupakan salah satu adaptasi tumbuhan dimana kita mengetahui bahwa stomata merupakan lubang kecil derivat epidermis yang berfungsi sebagai tempat keluar masuknya udara , air dan zat hara lainnya. Selain itu , stomata digunakan juga pada saat transpirasi daun. Itulah sebabnya mengapa jumlah stomata di lapisan atas lebih sedikit daripada lapisan di bawah daun , yaitu untuk mengurangi transpirasi jika suhu lingkungan terlalu tinggi (Mulyani ,2006).

Setelah preparat jadi, preparat tersebut diamati di bawah mikroskop dengan perpesaran 100 – 400 kali. Melalui pengamtan ini dapat dilihat bahwa resistensi stomata antara daerah perak dengan daerah ITS berbeda. Perbedaan tersebut dapat dilihat dari kerapatan stomatanya. Kerapatan stomata di daerah ITS lebih tinggi daripada kerapatan stomata daun di daerah perak. Pada jarak pandang di bawah lensa mikroskop, jumlah stomata pada daun daerah perak adalah 13 buah (gambar terlampir) sedangkan stomata daun daerah ITS 15 buah (gambar terlampir). Selain itu , terlihat pula bahwa stomata di daerah Perak memiliki warna yang lebih gelap (hitam) daripada warna stomata di daerah ITS. Hal tersebut menandakan jelas bahwa tumbuhan di daerah Perak mengalami tingkat pencemaran yang lebih tinggi daripada daerah ITS sehingga tumbuhan di sana mengurangi / mereduksi jumlah stomatanya sebagai bentuk adaptasi terhadap bentuk pencemaran tersebut. Gambar Stomata di daerah Perak :

Sel penjaga

Gambar 4.4 Stomata daun Pterocarpus indicus di daerah Perak

Sel penjaga



Sel penutup


Gambar 4.5 Stomata daun Pterocarpus indicus di daerah ITS

Gambar 4.6 siklus terbuka dan tertutupnya stomata dari literatur

Pengambilan sampel daun sono dilakukan pada pukul 09.00 WIB. Sesuai gambar literature bentuk stomata pada umumnya adalah seperti tampak pada gambar yaitu, lubang stomata terbuka dan anatara ujung sel penutup tidak terbentuk celah. Gambar stomata pada sampel daun sono yang diambil di daerah kampus ITS menunjukkan kesesuaian dengan gambar pada literature. Sedangkan gambar stomata pada sampel daun sono yang diambil di darah Perak pada jam yang sama menunjukkan lubang stomata lebih lebar dan anatara kedua ujung sel penutup terdapat celah (terbuka). Hal ini menunjukkan ketidaksesuaian anatara bentuk stomata pada umumnya dengan bentuk stomata pada daun yang diindikasikan telah tercemar oleh adanya polutan, atau dapat dikatakan stomata pada daun yang diambil di adaerah perak telah mengalami kerusakan. Sedangakan menegenai jumlah stomata, pada daerah kampus ITS stomata berjumlah kurang lebih 13 buah sedangkan pada daerah Perak stomata berjumlah kurang lebih 21 buah. Suatu penelitian mengenai pengaruh CO2 terhadap kerapatan stomata menyatakan kerapatan stomata mengalami penurunan ketika dipaparkan pada konsentrasi CO2 yang lebih tinggi dari biasanya (Anonim,2001).

Adanya kecenderungan penurunan jumlah stomata kemungkinan juga menunjukkan bentuk responnya terhadap polutan-polutan di lingkungannya termasuk Pb. Namun, pada hasil praktikum jumlah stomata yang ditunjukkan pada gambar dari sampel daun yang diambil di daerah Perak (daerah ayng diindikasi tercemar oleh polutan) justru menunjukkan jumlah yang lebih banyak dibanding jumlah stomata daun sono yang dimbil di daerah kampus ITS. Dari sini terdapat 2 kemungkinan yaitu kemungkinan pertama karena pengamatan yang kurang memperhatikan perbesaran pada kedua gambar sampel yang diamatai menyebabkan stomata jumlah stomata yang nampak berbeda. Sedangkan kemungkinan yang kedua dapat diacukan pada teori semakin abnayk kadar CO2 di lingkungan menyebabkan semakin banyak pula jumlah stomata yang pada daun sono yang merupakan respon daun untuk mengambil CO2 dari lingkungan sebagai baham fotosintesis (Anonim, 2001).

4.2.3 Penyebab Rusaknya Stomata

Stomata mempunyai fungsi sebagai "pintu gerbang" masuknya CO2 dan keluarnya uap air dari daun. Besar kecilnya pembukaan stomata merupakan regulasi terpenting yang dilakukan oleh tanaman, dimana tanaman berusaha memasukkan CO2 sebanyak mungkin tetapi dengan mengeluarkan H2O sesedikit mungkin, untuk mencapai effisiensi pertumbuhan yang tinggi. Selain itu, stomata berperan penting sebagai alat untuk adaptasi tanaman terhadap cekaman kekeringan.

Gb. 4.4 Proses Membuka dan Menutupnya Stomata (Anonim , 2009)

Kendaraan bermotor menjadi salah satu sumber utama pencemaran udara, karena mengandung berbagai bahan pencemar yang berbahaya bagi manusia, hewan, tumbuhan dan infrastruktur yang terdapat di sekitarnya. Bahan pencemar (polutan) yang berasal dari gas kendaraan bermotor umumnya berupa gas hasil sisa pembakaran dan partikel logam berat seperti timah hitam (Pb). Timah hitam (Pb) yang dikeluarkan dari kendaraan bermotor rata-rata berukuran 0,02-0,05 μm. Semakin kecil ukuran partikelnya semakin lama waktu menetapnya. Timbal atau timah hitam adalah logam berat yang paling banyak terdapat di lingkungan, sangat mudah digunakan dan berdampak negatif sangat kuat pada setiap tingkatan makanan (Antari , 2009)

Tumbuhan dapat tercemar logam berat melalui penyerapan akar dari tanah atau melalui stomata daun dari udara. Hal ini dikarenakan di dalam tanah hanya sebagian kecil logam berat yang terlarut dalam air. Penyerapan pada daun terjadi karena partikel Pb atau timah hitam di udara masuk ke dalam daun melalui proses penyerapan pasif. Masuknya partikel timah hitam ke dalam jaringan daun sangat dipengaruhi oleh ukuran dan jumlah dari stomata. Semakin besar ukuran dan semakin banyak jumlah stomatanya maka semakin besar pula penyerapan timah hitam pada daun. Hal ini menyebabkan adanya perbedaan kandungan Pb pada jenis tanaman di tempat yang berbeda seperti perbedaan kandungan Pb pada tanaman Sono (Pterocarpus indicus) di daerah Perak dan di daerah ITS. Meskipun mekanisme masuknya timah hitam ke dalam jaringan daun berlangsung secara pasif, kemungkinan akumulasi timah hitam di dalam jaringan daun akan lebih besar. Timah hitam ini akan terakumulasi di dalam jaringan palisade (Antari , 2009).

BAB V

KESIMPULAN

Dari hasil percobaan dapat disimpulkan bahwa cahaya mempengaruhi pertumbuhan biji pada tanaman. Pertumbuhan biji pada tempat terbuka lebih cepat dibandingkan dengan di tempat naungan (tertutup) yaitu pertumbuhan rata-rata tanaman jagung (Zea mays) yang diletakkan di tempat naungan hingga hari ke-10 adalah 1 cm. Sedangkan pertumbuhan rata-rata tanaman kacang hijau (Phaseolus radiatus) di tempat terbuka hingga hari ke-10 adalah 5 cm. Hal ini disebabkan karena biji di tempat terbuka lebih banyak mendapatkan cahaya secara langsung daripada biji di tempat tertutup sehingga proses fotosintesis berlangsung lebih sempurna. Jika kekurangan cahaya, fotosintesis mengalami gangguan sehingga tanaman tidak memperoleh nutrisi yang dibutuhkannya selama masa pertumbuhan. Pada percobaan hubungan antara pencemaran dengan pertumbuhan tanaman dapat diketahui bahwa pencemaran mempengaruhi pertumbuhan tanaman yang ditunjukkan pada rusaknya stomata daun Pterocarpus indicus yang diambil dari daerah Perak. Stomata yang rusak ditunjukkan dari berbedanya struktur stomata pada daerah tersebut dengan stomata pada wildtype yaitu kerusakan stomata mencapai 60% dan kerusakan stomata pada daerah ITS mencapai 7.14% .

.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim . 2009. Buku Petunjuk Praktikum Ekologi Tumbuhan. Program Studi Biologi ITS : Surabaya.

Antari. 2009. Kandungan Timah Hitam pada Tanaman Peneduh . Jurusan Biologi FMIPA UNUD : Denpasar

Campbell. 2004. Biologi, jilid 2. Penerbit Erlangga: Jakarta.

Ewusie. 1990. Pengantar Ekologi Tropika. ITB Press: Bandung.

Gardner. 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya. UI Press: Jakarta.

Kristanto, Philip, Ir. 2002. Ekologi Industri. Penerbit Andi : Yogyakarta

Michael, P. 1994. Metode untuk Penyelidikan Ladang dan Laboratorium. UI PRESS : Jakarta.

Molles. 1999. Ecology, Concept and Application. McGrawHill Company Inc: New York.

Mulyani.2006. Anatomi Tumbuhan. Kanisius: Yogyakarta.

Wirakusumah, S. 2003. Dasar-Dasar Ekologi: Bagi Populasi Dan Komunitas. UI Press : Jakarta.

No comments: