Pages

Saturday, October 03, 2009

PRODUKTIVITAS

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tanaman pertanian pada umumnya merupakan tanaman suka cahaya (sun loving) sehingga cahaya menjadi salah satu faktor pembatas utama pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Cahaya untuk tanaman sepenuhnya tergantung dari radiasi matahari dan tidak mudah diatasi bila terdapat permasalahan.Jumlah energi cahaya yang diubah menjadi energi kimia (senyawa organik) oleh autotrof suatu ekosistem selama suatu periode waktu tertentu disebut produktivitas primer (Campbell, 2004). Produktivitas suatu tanaman dapat diukur dengan mengukur berat kering tanaman dalam waktu tertentu. Dalam konsep produktivitas, faktor satuan waktu sangat penting, karena sistem kehidupan adalah proses yang berjalan secara berkesinambungan.

Untuk mengetahui produktivitas biomassa suatu jenis tumbuhan maka dilakukanlah percobaan ini. Tujuan utamanya adalah mengukur produktivitas biji Zea mays (jagung) dan juga Brassica juncea (sawi).

1.2 Permasalahan

Permasalahan yang ada dalam percobaan ini adalah bagaimana mengukur produktivitas suatu populasi Zea mays dan Brassica juncea.

1.3 Tujuan

Percobaan ini bertujuan untuk mengukur produktivitas suatu populasi Zea mays dan Brassica juncea

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Energi dalam ekosistem

Energi dapat diartikan sebagai kemampuan untuk melakukan pekerjaan. Perilaku energi di alam bebas mengikuti hukum termodinamika. Hukum termodinamika pertama mengatakan bahwa energi dapat diubah dari suatu bentuk energi menjadi bentuk energi yang lain tetapi energi tak pernah dapat diciptakan dan tak dapat dimusnahkan. Sebagai contoh, energi cahaya dapat diubah menjadi energi panas, dapat pula diubah menjadi energi potensial dalam bentuk makanan , tergantung pada situasi dan kondisi (Resosoedarmo, 1986).

Hukum termodianamika kedua mengatakan bahwa setiap terjadi perubahan bentuk energi, pasti terjadi degradasi energi dari bentuk energi yang terpusat menjadi bentuk yang terpencar. Sebagai contoh, benda panas pasti mehyebarkan panas ke lingkungan yang lebih rendah suhunya. Hukum kedua ini dapat pula diartikan sebagai berikut. Oleh karena berbagai energi selalu memencar menjadi energi panas, tidak ada transformasi secara spontan dari suatu bentuk energi (cahaya misalnya) menjadi energi potensial (bahan-bahan organik dalam tubuh organisme misalnya) berlangsung dengan 100% efisien. Dalam proses fotosintesis umpamanya, hanya sedikit saja energi surya yang diubah menjadi energi potensial dalam bentuk pangan, sedanggkan sebagian besar radiasi surya itu berubah menjadi energi panas (Resosoedarmo, 1986).

2.2 Pengertian Fotosintesis

Organisme dan fungsi suatu sel hidup bergantung pada persediaan energi yang tak henti-hentinya, sumber energi ini tersimpan dalam molekul-molekul organik seperti karbohidrat. Organisme heterotrofik seperti ragi dan kita sendiri, hidup dan tumbuh dengan memasukkan molekul-molekul organik ke dalam sel-selnya. Untuk tujuan praktis, satu-satunya sumber molekul bahan bakar yang menjadi tempat bergantung seluruh kehidupan ialah fotosintesis (Kimball,1999).

Fotosintesis menyediakan makanan bagi hampir seluruh kehidupan di dunia baik secara langsung atau tidak langsung. Organisme memperoleh senyawa organik yang digunakan untuk dan rangka karbon dengan satu atau dua cara utama: nutrisi autotrofik atau heterotrofik. Autotro dapat diartikan bahwa dapat menyediakan makanan bagi diri sendiri hanya dalam pengertian bahwa autotrof dapat mempertahankan dirinya sendiri tanpa memakan dan menguraikan organisme lain. Autotrof membuat molekul organik mereka sendiri dari bahan mentah anorganik yang diperoleh dari lingkuannya. Oleh karena alasan inilah, para ahli biologi menyebut autotrof sebagai produsen biosfer (Campbell,2002).

Organisme heterotrof memperoleh materi organik melalui cara pemenuhan nutrisi kedua. Ketidakmampuan dalam membuat makanan mereka sendiri, menyebabkan hererotrof ini hidup tergantung pada senyawa yang dihasilkan oleh organisme lain; heteritrif merupakan komponen biosfer. Sebagian autotrof mengkonsumsi sisa-sisa organisme mati, menguraikan dan memekan sampah seperti bangkai, tinja dan daun-daun yang gugur. Heterotrof ini dikenak sebagai pengurai. Sebagian besar fungi dan banyak jenis bakteri memperoleh makana dengan cara seperti ini. Hampir seluruh heterotrof, termrasuk manusia, benar-benar tergantung pada fotoautotrof untuk mrndapatkan makanan dan juga untuk mendapatkan oksigen, yang merupakan produk samping fotosintesis (Campbell,2002).

2.3 Jalur Fotosintesis

Dengan keberadaan cahaya, bagian-bagian tumbuhan yang berwarna hijau menghasilkan bahan organik dan oksigen dari karbon dioksida dan air. Dengan menggunakan rumus molekul, persamaan kimia fotosintesis adalah:

6CO2 + 12 H2O + energi cahaya C6H12O6 + 6O2 + 6H2O

(Campbell,2002).

Karbohidrat C6H12O6 ialah glukosa. Air muncul pada kedua sisi persamaan itu karena 12 molekul dikonsumsi dan 6 molekul terbentuk lagi selama fotosintesis. Persamaan itu dapat disederhanakan dengan memperlihatkan selisih konsumsi air:

6CO2 + 6H2O + energi cahaya C6H12O6 + 6O2

(Campbell,2002).

Dalam bakteri berfotosintesis, sebagai pengganti H2O dipakai zat pereduksi yang lebih kuat seperti H2, H2S dan H2R (R adalah gugus organik). Persamaan reaksinya adalah:

2CO2 + 2H2R 2C2O + O2 +2R

karbohidrat (Wirahadikusumah,1985).

Bakteri menggunakan H2R dan menggunakan hidrogen untuk membuat gula. Dari reaksi kimia tersebut dapat dikatakan bahwa semua organisme fotosintetik membutuhkan sumber hidrogen, tetapi sumber itu bermacam-macam (Campbell,2002).

2.4 Produktivitas

Setiap ekosistem, atau komunitas, atau bagian-bagiannya memiliki produktivitas dasar atau disebut pula produktivitas primer. Batasan produktivitas primer adalah kecepatan penyimpanan energi potensial oleh organisme produsen, melalui proses fotosisntesis dana kemosistesis, dalam bentuk bahan-bahan organik yang dapat digunakan sebagai bahan pangan (Resosoedarmo, 1986).

Dapat pula dikenal kategori produktivitas, yaitu:

a. Produktivitas primer kotor, yaitu kecepatan total fotosintesis, mencakup pula bahan organik yang dipakai untuk respirasi selama pengukuran. Istilah lain untuk produktivitas primer kotor adalah ”fotosintesis total” atau ”asimilasi total”.

b.Produktivitas primer bersih, yaitu kecepatan penyimpanan bahan-bahan organik dalam jaringan tumbuhan, sebagai kelebihan bahan yang dipakai untuk respirasi oleh tumbuhan itu selama pengukuran. Istilah lain untuk produktivitas bersih adalah ”fotosintesis nyata” atau ”asimilasi total”.

(Resosoedarmo, 1986).

Didalam prakteknya banyaknya respirasi biasanya ditambahkan kepada pengukuran ”apparent” fotosintesis sebagai koreksi untuk memperoleh taksiran-taksiran produksi kotor. Produktivitas komunitas bersih adalah laju penyimpanan bahan organik yang tidak digunakan oleh heterotrof (yakni, produksi primer bersih dikurangi penggunaan heterotrof) selama jangka waktu yang bersangkutan, biasanya musim pertumbuhan atau setahun. Akhirnya, laju penyimpana energi pada tingkat konsumen disebut sebagai produktivitas sekunder. Karena konsumen-konsumen hanya menggunakan bahan-bahan pangan yang sudah dibuat, dengan kehilangan-kehilangan di dalam respirasi yang secukupnya itudan mengubahnya ke dalam jaringan-jaringan yang berlainan oleh suatu proses keseluruhan, produktivitas sekunder tidaklah dibagi atau dibedakan lagi menjadi jumlah-jumlah ”kotor” atau ”bersih”. Arus energi total pada tingkat-tingkat heterotrofik yang analog dengan produksi kotor dari autotrofmdisebut ”asimilasi” dan bukan ”produksi”. Didalam semua definisi tadi istilah ”produktivitas” dan pernyataan ”laju produksi” dapat digunakan secara bergantian (Odum, 1993).

2.5 Biomassa Tumbuhan

Biomassa, dalam industri produksi energi, merujuk pada bahan biologis yang hidup atau baru mati yang dapat digunakan sebagai sumber bahan bakar atau untuk produksi industrial. Umumnya biomassa merujuk pada materi tumbuhan yang dipelihara untuk digunakan sebagai biofuel, tapi dapat juga mencakup materi tumbuhan atau hewan yang digunakan untuk produksi serat, bahan kimia, atau panas. Biomassa dapat pula meliputi limbah terbiodegradasi yang dapat dibakar sebagai bahan bakar. Biomassa tidak mencakup materi organik yang telah tertransformasi oleh proses geologis menjadi zat seperti batu bara atau minyak bumi.Biomassa biasanya diukur dengan berat kering (Anonim, 2009).

BAB III

METODOLOGI

3.1 Alat dan Bahan

3.1.1 Alat

Alat–alat yang digunakan pada percobaan ini adalah polybag, gelas plastik (bekas air kemasan) , kapas , kertas koran , oven , dan neraca analitik.

3.1.2 Bahan

Bahan-bahan yang dibutuhkan pada praktikum ini adalah biji sawi (Brassica juncea) , biji jagung (Zea mays) , tanah humus , dan pupuk organik.

3.2 Cara Kerja

Biji Jagung (Zea mays) dan biji sawi (Brassica juncea) dikecambahkan terlebih dahulu , kemudian dipindahkan dalam polybag. Pertumbuhan tanaman diamati setiap tujuh hari sekali hingga masa panen tiba. Setelah dipanen, tanaman dicuci dengan air mengalir hingga bersih dari tanah. Sebelum dikeringkan, masing-masing tanaman pada tiap polybag ditimbang terlebih dahulu. Tanaman kemudian dibungkus dengan koran dan diberi label agar tidak tertukar. Selanjutnya tanaman dimasukkan kedalam oven pada suhu 120 C selama 3 hari sampai benar-benar kering. Setelah 3 hari, tanaman ditimbang kembali dengan neraca analitik.

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Data Pengamatan

Jenis Tanaman

Tanah

Tanah:Pupuk

1:1

Tanah:Pupuk

1:2

Tanah:Pupuk

1:3

Tanah:Pupuk

1:4

BB

BK

BB

BK

BB

BK

BB

BK

BB

BK

AxA (sawi)

0,41

0,1401

0,35

0,0826

-

-

3,515

0,2682

1,08121

0,0778

DxD(jagung)

0,878

1,0656

-

-

3,69

0,4132

3,3327

0,11729

4,7115

0,3809

AxD

sawi

1,0291

-

1,1128

0,0560

6,0879

0,0159

0,4659

0,0341

1,4721

0,0931

jagung

18,55

2,3219

1,1725

0,0175

0,2423

0,5706

1,826

0,1701

-

-

4.2 Perhitungan

Rumus :

P = W1 – W2 ∕ L

P (1 th) = P × (Th/mp)

Keterangan :

P = produktivitas

W1 = Berat Basah

W2 = Berat Kering

L = Luas polybag (d = 24 cm)

Th = Minggu dalam satu tahun

Mp = masa panen

Th/mp = 52/3

= 17,33

L= πr2

= 3,14 (122)

= 452,16 cm2

A.Sawi (Intraspesies)

1. Media tanah

P = 0,41-0,1401

452,16

= 0,00059 gr/ cm2

P (1 th) = 0,0059 × 17,33

= 0,0102267

2. Media Tanah : Pupuk (1:1)

P = 0,35-0,0826

452,16

= 0,0005913 gr/ cm2

P (1 th) = 0,005913 × 17,33

= 0,010247

3. Media Tanah : Pupuk (1:3)

P = 3,515-0,2628

452,16

= 0,0071806 gr/ cm2

P (1 th) = 0,0071806 × 17,33

= 0,124

.4. Media Tanah : Pupuk (1:4)

P = 1,0812-0,0778

452,16

= 0,002219 gr/ cm2

P (1 th) = 0,002219× 17,33

= 0,038

B. Jagung (Interspesies)

1. Media tanah

P = 0,878-1,0656

452,16

= -0,000414 gr/ cm2

P (1 th) = 0,000414 × 17,33

= 0,007

2. Media Tanah : Pupuk (1:2)

P = 3,69-0,4132

452,16

= 0,007246 gr/ cm2

P (1 th) = 0,007246 × 17,33

= 0,126

3. Media Tanah : Pupuk (1:3)

P = 3,3327-0,1179

452,16

= 0,0071 gr/ cm2

P (1 th) = 0,0071 × 17,33

= 0,123

.4. Media Tanah : Pupuk (1:4)

P = 4,7115-0,3809

452,16

= 0,00957 gr/ cm2

P (1 th) = 0,00957× 17,33

= 0,1658

C. Sawi (Interspesies)

1. Media tanah

P = 1,0291-0

452,16

= 0,002275 gr/ cm2

P (1 th) = 0,002275 × 17,33

= 0,0394

2. Media Tanah : Pupuk (1:1)

P = 1,1128-0,0560

452,16

= 0,002337 gr/ cm2

P (1 th) = 0,002337 × 17,33

= 0,0405

3. Media Tanah : Pupuk (1:2)

P = 6,0879-0,0159

452,16

= 0,0134 gr/ cm2

P (1 th) = 0,0134 × 17,33

= 0,232

.4. Media Tanah : Pupuk (1:3)

P = 0,4659-0,0341

452,16

= 0,000955 gr/ cm2

P (1 th) = 0,000955× 17,33

= 0,0165

5. Media Tanah : Pupuk (1:4)

P = 1,4721-0,0931

452,16

= 0,00305 gr/ cm2

P (1 th) = 0,00305× 17,33

= 0,053

D. Jagung (Interspesies)

1. Media tanah

P = 18,55-2,3219

452,16

= 0,03589 gr/ cm2

P (1 th) = 0,03589× 17,33

= 0,622

2. Media Tanah : Pupuk (1:1)

P = 1,1722-0,0175

452,16

= 0,00255 gr/ cm2

P (1 th) = 0,00255 × 17,33

= 0,044

3. Media Tanah : Pupuk (1:2)

P = 0,2423-0,5706

452,16

= -0,000726 gr/ cm2

P (1 th) = -0,000726 × 17,33

= -0,0126

.4. Media Tanah : Pupuk (1:3)

P = 1,826-0,1701

452,16

= 0,00366 gr/ cm2

P (1 th) = 0,00366 × 17,33

= 0,0634

4.3 Pembahasan

4.3.1 Perlakuan dan Tujuan

Praktikum ini bertujuan untuk mengukur produktivitas suatu populasi tumbuhan di mana tumbuhan yang digunakan dalam praktikum ini adalah sawi (Brassica juncea) dan jagung (Zea mays). Nilai produktivitas sendiri diperoleh dengan cara menghitung berat bersih dan berat kering dari tanaman sawi dan jagung pada tiap-tiap polybag yang diberi perlakuan yang berbeda-beda. Kemudian nilai masing-masing berat bersih dan berat kering dari tanaman sawi dan jagung pada tiap polybag dibandingkan, sehingga dapat diketahui nilai produktivitas tanaman yang tertinggi dan yang terendah.

Dalam konsep produktivitas, faktor satuan waktu sangat penting, karena sistem kehidupan adalah proses yang berjalan secara sinambung. Produktivitas tidak dapat ditentukan hanya dengan menghitung jumlah dan bobot individu saja, meskipun dengan ini dapat dibuat taksiran produktivitas bersih (Resosoedarmo,1986).

Tanaman sawi dan jagung yang akan dihitung nilai produktivitasnya dalam praktikum ini diperoleh dari tanaman yang ditanam pada 15 polybag dengan 2 pola kompetisi,yaitu kompetisi intraspesifik dan kompetisi interspesifik pada praktikum sebelumnya. Tanaman sawi diperoleh dari 10 polybag, dimana 5 polybag pertama merupakan pola kompetisi intraspesifik dimana tanamn sawi dikompetisikan dengan spesies yangsama.. Masing-masing polybag ini diberi perlakuan yang berbeda yaitu polybag pertama diiisi dengan 5 kg tanah, polybag kedua diisi dengan tanah dan pupuk dengan perbandingan 1:1, polybag ketiga diisi dengan tanah dan pupuk dengan perbandingan 1:2, polybag ketiga diisi dengan tanah dan pupuk dengan perbandingan 1:3, polybag keempat diisi dengan tanah dan pupuk dengan perbandingan 1:4. Sedangkan sawi pada 5 polybag berikutnya merupakan pola kompetisi inter spesifik, dimana tanaman sawi dikompetisikan dengan tanaman jagung. Begitu pula dengan tanaman jagung juga diperoleh dari 10 polybag, yaitu 5 polybag pertama berisi tanamn jagung yang dikompetisikan dengan spesias yang sama. Sedangkan 5 polybag berikutanya berisi tanaman jagung yang dikompetisikan dengan tanaman sawi.

Langkah pertama penentuan nilai produktivitas adalah dilakukannya pemanenan tanaman sawi dan jagung dari setiap polybag. Setelah dipanen, tanaman dicuci dengan air mengalir hingga bersih dari tanah. Pencucian tanaman ini dilakukan agar tidak terdapat kotoran atau tanah yang menempel, sehingga pada saat penimbangan hasil yang didapatkan benar-benar berat bersih tanaman. Setelah dicuci bersih tanaman dikeringkan dengan cara diangin-anginkan untuk menghilangkan kadar air bekas pencucian yang dikhawatirkan akan mempengaruhi berat penimbangan. Sebelum dikeringkan menggunakan oven, masing-masing tanaman dari tiap-tiap polybag ditimbang terlebih dahulu dengan menggunakan neraca analitik sehingga didapatkan berat basah masing-masing tanaman. Penggunaan neraca analitik dimaksudkan untuk mendapakatkan angka yang akurat sebagai hasil penimbangan. Masing-masing tanaman kemudian dibungkus dengan koran dan diberi label agar tidak terjadi kekeliruan jenis tumbuhan ketika hendak membuat data pengamatan. Selanjutnya tanaman dimasukkan kedalam oven pada suhu 120° C selama 3 hari sampai benar-benar kering. Setelah 3 hari, tanaman kemudian ditimbang lagi dengan menggunakan neraca analitik untuk mendapatkan berat kering. Neraca analitik digunakan sebab tanaman yang akan ditimbang memiliki bobot yang sangat kecil. Selain itu , neraca analitik juga memiliki nilai akurasi dan presisi yang tinggi sehingga hasil penimbangan lebih akurat.

Setelah didapatkan berat basah dan berat kering dari masing-masing tanaman sawi dan jagung, maka akan didapatkan biomassa tumbuhan dengan mengurangi antara berat basah dan berat kering. Hasil perhitungan merupakan efisiensi fotosintesis yang mengubah energi matahari menjadi energi kimia yang tersimpan dalam molekul-molekul tumbuhan. Sebelum dipanen, tanaman masih mengandung energi dari hasil fotosintesis, unsur hara dan air yang disebut dengan berat basah. Setelah perhitungan, didapatkan berat biomassa yang menunjukkan bahwa tanaman tersebut memiliki efisiensi fotosintesis yang besar. Dikaitkan dengan kompetisi, maka tanaman tersebut lebih mendominasi dibanding dengan tanaman lain dalam polybag yang sama maupun berbeda. Unsur hara yang diperoleh tanaman tersebut juga lebih besar dibanding tanaman lain sebab tanaman tersebut memiliki akar yang cukup panjang.

4.3.2 Sawi (Brassica juncea) dan Jagung (Zea mays) pada Kompetisi Inraspesies

Pada kompetisi intraspesies , sawi dan jagung ditanam pada media polybag yang berbeda dengan komposisi tanah dan pupuk organik yang berbeda-beda pula. Polybag pertama berisi tanah , polybag kedua berisi tanah dan pupuk dengan komposisi 1:1 , polybag ketiga berisi tanah dan pupuk dengan komposisi 1:2 , polybag ketiga berisi tanah dan pupuk dengan perbandingan 1:3 , dan polybag kelima berisi tanah dan pupuk dengan perbandingan 1:4. Setiap hari , polybag-polybag tersebut disiram dengan menggunakan air sumur. Air sumur diindikasikan banyak mengandung mineral-mineral penting yang dibutuhkan oleh tanaman. Akan tetapi , penyiraman tidak dilakukan dengan mengguyurkan air secara langsung ke atas polybag karena biji sawi maupun biji jagung yang masih muda akan menjadi busuk jika diberi air berlebih akibatnya biomassa atau hasil produktivitas menjadi rendah. Walaupun begitu , media tanam tidak boleh dibiarkan terlalu kering karena dengan begitu proses fotosintesis pada sawi akan terhambat. Seperti kita ketahui bahwa fotosintesis suatu tanaman membutuhkan air untuk menghasilkan oksigen (O2 ).

Jika dilihat dari grafik hasil produktivitas (Gb.4.1) , dapat diketahui bahwa menggunakan tanah dan pupuk dengan perbandingan 1:3 dihasilkan produktivitas sawi tertinggi daripada komposisi tanah dan pupuk lainnya.

Gb. 4.1 Grafik Produktivitas Brassica juncea (Intraspesies)

Sementara itu , jika melihat grafik produktivitas jagung (Gb.4.2) dapat diketahui bahwa biomassa terbesar dihasilkan oleh biji pada komposisi tanah dan pupuk 1:4. Artinya , jagung lebih banyak membutuhkan pupuk organik dalam pertumbuhannya daripada tanaman sawi.

Gb. 4.2 Grafik Produktivitas Zea mays (Intraspesies)

4.3.3 Jagung (Zea mays) dan Sawi (Brassica juncea) pada Kompetisi Interspesies

Jagung sebagai tanaman yang banyak diusahakan pada sistem agroforestri ditanam saat musim penghujan. Hal itu mengisyaratkan bahwa air tersedia untuk tanaman berasal dari air hujan. Sedangkan pemenuhan keperluan unsur hara bagi tanaman kecuali tersedia oleh mineral tanah , dapat ditunjang melalui pemupukan. Berbeda dengan kedua faktor tersebut, cahaya merupakan faktor pembatas pertumbuhan tanaman yang tidak dapat diubah. Salah satu teknologi yang tepat untuk untuk meningkatkan produktifitas tanaman pada sistem agroforestri adalah melalui varietas yang toleran terhadap radiasi rendah. Jagung sebagai tanaman C4 memiliki tanggapan terhadap cahaya yang berbeda dibandingkan dengan tanaman C3 karena perbedaan karakter fotosintesis. Tanaman C3 dibawah cahaya rendah kemungkinan lebih berhasil daripada tanaman C4 semacam jagung. Cahaya yang dapat dipergunakan untuk fotosintesis adalah cahaya yang mempunyai panjang gelombang antara 400 – 700 nm. Cahaya itu kemudian disebut sebagai radiasi aktif untuk fotosintesis (Photosynthetic Active Radiation/PAR)(Gallo, 1986 ). Tanaman yang memperoleh pencahayaan dibawah optimum hasil bijinya menjadi rendah baik pada tanaman C4 seperti jagung (Sitompul 2003) maupun tanaman C3 seperti kedelai dan juga sawi (Adisarwanto et al., 2000).

Hasil biji rendah berhubungan dengan biomassa yang juga rendah meskipun faktor pertumbuhan lain optimum. Hal ini karena jumlah cabang juga turun bila cahaya dibawah optimum yang berakibat pada karakteristik daun , antara lain indeks luas daun (ILD) , berat daun spesifik (BDS) , atau luas daun spesifik (LDS).Sifat daun tersebut menentukan absorpsi cahaya oleh daun yang dilakukan oleh khlorofil sehingga adaptasi tanaman terhadap radiasi rendah juga tercermin pada kadar khlorofil daun (khlorofil a dan khlorofil b). Selain khlorofil , kadar N daun yang menunjukkan kadar enzim ribulosebifosfat karboksilase/oksigenase (Rubisco) berperan penting dalam pertumbuhan tanaman.Karakteristik daun, kadar khlorofil dan N daun merupakan sistem fotosintesis sehingga ketiga hal tersebut berhubungan erat dengan laju fotosintesis. Partisi hasil fotosintesis tanaman, pertama untuk membentuk senyawa atau molekul lebih lanjut, kedua membentuk biomassa dan ketiga disimpan dalam tempat penyimpanan (hasil panen). Irradiasi cahaya rendah mengakibatkan laju fotosintesis rendah sehingga biomassa juga rendah dan akhirnya hasil tanaman rendah.

Jika dilihat dari grafik produktivitas (Gb 4.3 dan 4.2) , jagung menghasilkan biomassatertinggi pada media tanah. Artinya , pupuk organik bukanlah faktor penentu pertumbuhan biji jagung. Sedangkan pada sawi , produktivitas tertinggi dihasilkan pada media tanah dan pupuk 1:3. Hal tersebut mengindikasikan bahwa sawi lebih cocok hidup pada lingkungan yang sifatnya lebih asam daripada jagung.

Gb.4.3. Grafik Produktivitas Zea mays

Gb.4.4. Grafik Produktifitas Brassica juncea

BAB V

KESIMPULAN

Setelah melakukan percobaan dapat disimpulkan bahwa untuk mengukur produktivitas suatu populasi tumbuhan , sawi dan jagung , dibutuhkan berat basah dan berat kering keduanya ketika masa panen , yaitu selama tiga minggu. Setelah itu dilakukan perhitungan dengan rumus produktivitas yang telah diketahui sehingga diketahui produktivitas sawi dan jagung selama 1 tahun setiap masa panen.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2009. Biomassa Tumbuhan . http : //wikipedia.co.id. Diakses Pada Tanggal 13 Mei 2009, pukul 19.35 WIB.

Campbell. 2004. Biologi, jilid 2. Penerbit Erlangga: Jakarta.

Kimball. 1999. Biologi, Jilid I. Erlangga : Jakarta.

Odum, E. 1995. Dasar-Dasar Ekologi, Edisi Ketiga. UGM Press: Yogyakarta.

Resosoedarmo. 1986. Pengantar Ekologi. Remadja karya CV : Bandung.

Wirahadikusumah, S. 1985. Dasar-Dasar Ekologi: Bagi Populasi Dan Komunitas. UI Press. Jakarta.

No comments: