Pages

Friday, October 09, 2009

RESPON IMUN

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Organisme hidup membutuhkan tempat yang ideal dimana organisme lainnya dapat melakukan perkembangan dan pertumbuhan. Karena itu tidaklah mengejutkan bahwa manusia (hewan) merupakan objek infeksi bagi virus , bakteri , protista , fungi , dan hewan-hewan parasit sebagai tempat hidup mereka. Akan tetapi , manusia (hewan) mempunyai suatu mekanisme yang dapat merusak atau menghancurkan agen penginfeksi tersebut. Semua mekanisme yang digunakan tubuh untuk merusak atau menghancurkan penginfeksi tersebut dinamakan respon imun (Karp, 1999).

Respon imun merupakan hasil kerjasama antara sel-sel yang berperan dalam respon imun itu sendiri. Sel-sel tersebut terdapat pada organ limfoid seperti kelenjar limfe , sumsum tulang , kelenjar tymus , dan spleen. Respon imun ini akan mendeteksi keberadan moleku-molekul asing dimana molekul tersebut memiliki bentuk yang berbeda dengan molekul normal. Senjata yang digunakan respon imun untuk menghancurkan patogen (molekul asing) tersebut meliputi sel dan protein terlarut. Senjata-senjata tersebutlah yang akan melindungi tubuh dari serangan patogen dan infeksi penyakit. Dengan begitu dapat disimpulkan bahwa respon imun berfungsi sebagai kekuatan utama bagi makhluk hidup , terutama manusia dan hewan (Karp, 1999).

1.2 Tujuan

Penulisan makalah ini bertujuan untuk memberikan penjelasan mengenai respon imun (imunitas) yang di hasilkan oleh tubuh mahkluk hidup , terutama manusia (hewan).

BAB II

ISI

2.1 Respon Imun Non Spesifik

Respon imun non spesifik disebut juga komponen nonadaptif atau innate, atau imunitas alamiah, artinya mekanisme pertahanan yang tidak ditujukan hanya untuk satu jenis antigen, tetapi untuk berbagai macam antigen. Imunitas alamiah sudah ada sejak individu dilahirkan dan terdiri atas berbagai macam elemen non spesifik. Jadi , bukan merupakan pertahanan khusus untuk antigen tertentu. Dilihat dari caranya diperoleh, respon imun non spesifik disebut juga respon imun alamiah. Respon imun non spesifik pada tubuh kita adalah kulit dengan kelenjarnya, lapisan mukosa dengan enzimnya, serta kelenjar lain dengan enzimnya seperti kelenjar air mata. Demikian pula sel fagosit (sel makrofag, monosit) dan komplemennya, berperan pada respon imun non spesifik (Judarwanto, 2009).

2.2 Respon Imun Spesifik

Respon imun spesifik atau disebut juga komponen adaptif atau imunitas didapat adalah mekanisme pertahanan yang ditujukan khusus terhadap satu jenis antigen, karena itu tidak dapat berperan terhadap antigen jenis lain. Perbedaanya dengan pertahanan tubuh non spesifik adalah pertahanan tubuh spesifik harus kontak atau ditimbulkan terlebih dahulu oleh antigen tertentu, baru ia akan terbentuk. Sedangkan pertahanan tubuh non spesifik sudah ada sebelum ia kontak dengan antigen (Judarwanto ,2009).

Bila respon imum non spesifik tidak dapat mengatasi invasi mikroorganisme maka imunitas spesifik akan terangsang. Mekanisme pertahanan (respon imun) spesifik adalah mekanisme pertahanan yang diperankan oleh sel limfosit, dengan atau tanpa bantuan komponen sistem imun lainnya seperti sel makrofag. Dilihat dari caranya diperoleh maka mekanisme pertahanan spesifik disebut juga respons imun didapat (adaptive immunity) (Albert, 2002).

Imunitas spesifik hanya ditujukan terhadap antigen tertentu yaitu antigen yang merupakan ligannya. Di samping itu, respons imun spesifik juga menimbulkan memori imunologis yang akan cepat bereaksi bila host terpapar kembali dengan antigen yang sama di kemudian hari. Pada respon imun spesifik akan terbentuk antibodi dan limfosit efektor yang spesifik terhadap antigen yang merangsangnya, sehingga terjadi eliminasi antigen (Judarwanto, 2009).

Sel yang berperan dalam respon imun ini adalah sel yang mempresentasikan antigen (APC = antigen presenting cell = makrofag) sel limfosit T dan sel limfosit B. Sel limfosit T dan limfosit B masing-masing berperan pada imunitas selular dan imunitas humoral. Sel limfosit T akan meregulasi respons imun dan melisis sel target yang dihuni antigen. Sel limfosit B akan berdiferensiasi menjadi sel plasma dan memproduksi antibodi yang akan menetralkan atau meningkatkan fagositosis antigen dan lisis antigen oleh komplemen, serta meningkatkan sitotoksisitas sel yang mengandung antigen yang dinamakan proses antibody dependent cell mediated cytotoxicy (ADCC) (Judarwanto, 2009).

2.2.1 Macam-Macam Respon Imun Spesifik

2.2.1.1 Imunitas Selular

Imunitas selular adalah imunitas yang diperankan oleh limfosit T dengan atau tanpa bantuan komponen sistem imun lainnya. Limfosit T adalah limfosit yang berasal dari sel pluripotensial yang pada embrio terdapat pada yolk sac; hati dan limpa, serta sumsum tulang. Dalam perkembangannya , sel pluripotensial yang akan menjadi limfosit T memerlukan lingkungan timus untuk menjadi limfosit T matur (Albert , 2002).

Di dalam timus, sel prekusor limfosit T akan mengekspresikan molekul tertentu pada permukaan membrannya yang akan menjadi ciri limfosit T. Molekul-molekul pada permukaan membran ini dinamakan juga petanda permukaan atau surface marker dan dapat dideteksi oleh antibodi monoklonal . Di samping munculnya petanda permukaan, di dalam timus juga terjadi penataan kembali gen (gene rearrangement) yang nantinya dapat memproduksi molekul yang merupakan reseptor antigen dari sel limfosit T . Jadi pada waktu meninggalkan timus , setiap limfosit T sudah memperlihatkan reseptor terhadap antigen diri (self antigen) (Albert, 2002).

Secara fungsional, sel limfosit T dibagi atas limfosit T regulator dan limfosit T efektor. Limfosit T regulator terdiri atas limfosit T penolong (Th = CD4) yang akan menolong meningkatkan aktivasi sel imunokompeten lainnya dan limfosit T penekan (Ts = CD8) yang akan menekan aktivasi sel imunokompeten lainnya bila antigen mulai tereliminasi. Sedangkan limfosit T efektor terdiri atas limfosit T sitotoksik (Tc = CD8) yang melisis sel target dan limfosit T yang berperan pada hipersensitivitas lambat (Td = CD4) yang merekrut sel radang ke tempat antigen berada (Judarwanto, 2009).

2.2.1.2 Imunitas Humoral

Imunitas humoral adalah imunitas yang diperankan oleh sel limfosit B dengan atau tanpa bantuan sel imunokompeten lainnya. Tugas sel B akan dilaksanakan oleh imunoglobulin yang disekresi oleh sel plasma. Terdapat lima kelas imunoglobulin yang kita kenal, yaitu IgM, IgG, IgA, IgD, dan IgE (Albert, 2002).

Limfosit B juga berasal dari sel pluripotensial yang perkembangannya pada mamalia dipengaruhi oleh lingkungan bursa fabricius dan pada manusia oleh lingkungan hati, sumsum tulang dan lingkungan yang dinamakan gut-associated lymphoid tissue (GALT). Dalam perkembangan ini terjadi penataan kembali gen yang produknya merupakan reseptor antigen pada permukaan membran. Pada sel B ini reseptor antigen merupakan imunoglobulin permukaan (surface immunoglobulin). Pada mulanya imunoglobulin permukaan ini adalah kelas IgM, dan pada perkembangan selanjutnya sel B juga memperlihatkan IgG, IgA dan IgD pada membrannya dengan bagian F(ab) yang serupa. Perkembangan ini tidak perlu rangsangan antigen hingga semua sel B matur mempunyai reseptor antigen tertentu (Albert, 2002).

Hasil akhir aktivasi sel B adalah eliminasi antigen dan pembentukan sel memori yang kelak bila terpapar lagi dengan antigen serupa akan cepat berproliferasi dan berdiferensiasi. Hal inilah yang diharapkan pada imunisasi. Walaupun sel plasma yang terbentuk tidak berumur panjang, kadar antibodi spesifik yang cukup tinggi mencapai kadar protektif dan berlangsung dalam waktu cukup lama dapat diperoleh dengan vaksinasi tertentu atau infeksi alamiah. Hal ini disebabkan karena adanya antigen yang tersimpan dalam sel dendrit dalam kelenjar limfe yang akan dipresentasikan pada sel memori sewaktu-waktu di kemudian hari (Albert, 2002).

Gambar 2.1 Mekanisme Kerja Respon Imun. Ketika sel normal tidak berhubungan dengan sel limfosit , sel akan mati ketika terinfeksi. Namun sel normal akan tetap bertahan meskipun terinfeksi apabila sel berikatan (berhubungan) dengan limfosit. Sel yang terinfeksi tersebut nantinya akan semakin mengintensifkan ikatan dengan limfosit sehingga terbentuklah suatu respon imun

2.3 Antibodi

Antibodi merupakan senjata yang tersusun dari protein dan dibentuk untuk melawan sel-sel asing yang masuk ke tubuh manusia. Senjata ini diproduksi oleh sel-sel B, ‘sekelompok prajurit pejuang’ dalam sistem kekebalan. Antibodi akan menghancurkan musuh-musuh penyerbu. Antibodi mempunyai dua fungsi, pertama untuk mengikatkan diri kepada sel-sel musuh, yaitu antigen. Fungsi kedua adalah membusukkan struktur biologi antigen tersebut lalu menghancurkannya (Filza, 2008).

Berada dalam aliran darah dan cairan non-seluler, antibodi mengikatkan diri pada bakteri dan virus penyebab penyakit. Mereka menandai molekul-molekul asing tempat mereka mengikatkan diri. Dengan demikian sel prajurit tubuh dapat membedakan sekaligus melumpuhkannya, layaknya tank yang hancur dan tak dapat bergerak atau melepaskan tembakan setelah dihantam rudal saat pertempuran. Antibodi berinteraksi dengan musuhnya (antigen) secara sempurna, seperti anak kunci dengan lubangnya yang dipasang dalam struktur tiga dimensi (Filza, 2008).

Tubuh manusia mampu memproduksi masing-masing antibodi yang cocok untuk hampir setiap musuh yang dihadapinya. Antibodi bukan berjenis tunggal. Sesuai dengan struktur setiap musuh, maka tubuh menciptakan antibodi khusus yang cukup kuat untuk menghadapi si musuh. Hal ini dikarenakan antibodi yang dihasilkan untuk suatu penyakit belum tentu bereaksi (berfungsi) bagi penyakit lainnya (Filza, 2008).

Membuat antibodi spesifik untuk masing-masing musuh merupakan proses yang luar biasa, dan pantas dicermati. Proses ini dapat terwujud jika sel-sel B mengenal struktur musuhnya dengan baik. Di alam ini terdapat jutaan musuh (antigen). Hal ini seperti membuat masing-masing kunci untuk jutaan lubang kunci. Perlu diingat, dalam hal ini si pembuat kunci harus mengerjakannya tanpa mengukur kunci atau menggunakan cetakan apa pun. Dia mengetahui polanya berdasarkan perasaan (Filza, 2008).

2.4 Struktur Imunoglobulin

Imunoglobulin atau antibodi adalah sekelompok glikoprotein yang terdapat dalam serum atau cairan tubuh pada hampir semua mamalia. Imunoglobulin terdiri dari 82-96% polipeptida dan 4-18% karbohidrat. Komponen polipeptida membawa sifat biologik molekul antibodi tersebut. Molekul antibodi mempunyai dua fungsi yaitu mengikat antigen secara spesifik dan memulai reaksi fiksasi komplemen serta pelepasan histamin dari sel mast (Judarwanto, 2009).

Gambar 2.2 Struktur Imunoglobulin. Sebuah antibodi terbuat dari dua rantai berat dan dua rantai ringan. Variasi tersebut menyebabkan antibodi (imunoglobulin) mengenali antigen yang sesuai (cocok) dengan bentuknya

Pada manusia dikenal 5 kelas imunoglobulin. Tiap kelas mempunyai perbedaan sifat fisik, tetapi pada semua kelas terdapat tempat ikatan antigen spesifik dan aktivitas biologik berlainan. Struktur dasar imunoglobulin terdiri atas 2 macam rantai polipeptida yang tersusun dari rangkaian asam amino yang dikenal sebagai rantai H (rantai berat) dengan berat molekul 55.000 dan rantai L (rantai ringan) dengan berat molekul 22.000. Tiap rantai dasar imunoglobulin (satu unit) terdiri dari 2 rantai H dan 2 rantai L. Kedua rantai ini diikat oleh suatu ikatan disulfida sedemikian rupa sehingga membentuk struktur yang simetris. Yang menarik dari susunan imunoglobulin ini adalah penyusunan daerah simetris rangkaian asam amino yang dikenal sebagai daerah domain, yaitu bagian dari rantai H atau rantai L, yang terdiri dari hampir 110 asam amino yang diapit oleh ikatan disulfid interchain, sedangkan ikatan antara 2 rantai dihubungkan oleh ikatan disulfid interchain. Rantai L mempunyai 2 tipe yaitu kappa dan lambda, sedangkan rantai H terdiri dari 5 kelas, yaitu rantai G (γ), rantai A (α), rantai M (μ), rantai E (ε) dan rantai D (δ). Setiap rantai mempunyai jumlah domain berbeda. Rantai pendek L mempunyai 2 domain; sedang rantai G, A dan D masing-masing 4 domain, dan rantai M dan E masing-masing 5 domain (Judarwanto, 2009).

Rantai dasar imunoglobulin dapat dipecah menjadi beberapa fragmen. Enzim papain memecah rantai dasar menjadi 3 bagian, yaitu 2 fragmen yang terdiri dari bagian H dan rantai L. Fragmen ini mempunyai susunan asam amino yang bervariasi sesuai dengan variabilitas antigen. Fab memiliki satu tempat tempat pengikatan antigen (antigen binding site) yang menentukan spesifisitas imunoglobulin. Fragmen lain disebut Fc yang hanya mengandung bagian rantai H saja dan mempunyai susunan asam amino yang tetap. Fragmen Fc tidak dapat mengikat antigen tetapi memiliki sifat antigenik dan menentukan aktivitas imunoglobulin yang bersangkutan, misalnya kemampuan fiksasi dengan komplemen (Judarwanto, 2009).

Enzim pepsin memecah unit dasar imunoglobulin tersebut pada gugusan karboksil terminal sampai bagian sebelum ikatan disulfida (interchain) dengan akibat kehilangan sebagian besar susunan asam amino yang menentukan sifat antigenik determinan, namun demikian masih tetap mempunyai sifat antigenik. Fragmen Fab yang tersisa menjadi satu rangkaian fragmen yang dikenal sebagai F(ab2) yang mempunyai 2 tempat pengikatan antigen (Judarwanto,2009).

2.5 Klasifikasi Imunoglobulin

2.5.1 Imunoglobulin G

IgG mempunyai struktur dasar imunoglobulin yang terdiri dari 2 rantai berat H dan 2 rantai ringan L. IgG manusia mempunyai koefisien sedimentasi 7 S dengan berat molekul sekitar 150.000. Pada orang normal IgG merupakan 75% dari seluruh jumlah imunoglobulin (Judarwanto, 2009).

IgG merupakan antibodi yang paling umum. Dihasilkan hanya dalam waktu beberapa hari, ia memiliki masa hidup berkisar antara beberapa minggu sampai beberapa tahun. IgG beredar dalam tubuh dan banyak terdapat pada darah, sistem getah bening, dan usus. Mereka mengikuti aliran darah, langsung menuju musuh dan menghambatnya begitu terdeteksi (Judarwanto, 2009).

Mereka mempunyai efek kuat anti-bakteri dan penghancur antigen. Mereka melindungi tubuh terhadap bakteri dan virus, serta menetralkan asam yang terkandung dalam racun.Selain itu, IgG mampu menyelip di antara sel-sel dan menyingkirkan bakteri serta musuh mikroorganis yang masuk ke dalam sel-sel dan kulit. Karena kemampuannya serta ukurannya yang kecil, mereka dapat masuk ke dalam plasenta ibu hamil dan melindungi janin dari kemungkinan infeksi (Judarwanto, 2009).

Jika antibodi tidak diciptakan dengan karakteristik yang memungkinkan mereka untuk masuk ke dalam plasenta, maka janin dalam rahim tidak akan terlindungi melawan mikroba. Hal ini dapat menyebabkan kematian sebelum lahir. Karena itu, antibodi sang ibu akan melindungi embrio dari musuh sampai anak itu lahir (Judarwanto, 2009).

2.5.2 Imuoglobulin M

Antibodi ini terdapat pada darah, getah bening, dan pada permukaan sel B. Pada saat organisme tubuh manusia bertemu dengan antigen, IgM merupakan antibodi pertama yang dihasilkan tubuh untuk melawan musuh.Janin dalam rahim mampu memproduksi IgM pada umur kehamilan enam bulan. Jika musuh menyerang janin, jika janin terinfeksi kuman penyakit, produksi IgM janin akan meningkat. Untuk mengetahui apakah janin telah terinfeksi atau tidak, dapat diketahui dari kadar IgM dalam darah (Judarwanto, 2009).

2.5.3 Imunoglobulin A

Antibodi ini terdapat pada daerah peka tempat tubuh melawan antigen seperti air mata, air liur, ASI, darah, kantong-kantong udara, lendir, getah lambung, dan sekresi usus. Kepekaan daerah tersebut berhubungan langsung dengan kecenderungan bakteri dan virus yang lebih menyukai media lembap seperti itu (Judarwanto, 2009).

Secara struktur, IgA mirip satu sama lain. Mereka mendiami bagian tubuh yang paling mungkin dimasuki mikroba. Mereka menjaga daerah itu dalam pengawasannya layaknya tentara andal yang ditempatkan untuk melindungi daerah kritis (Nuraini, 2008)

Antibodi ini melindungi janin dari berbagai penyakit pada saat dalam kandungan. Setelah kelahiran, antibodi tidak akan meninggalkan sang bayi, melainkan tetap melindunginya. Setiap bayi yang baru lahir membutuhkan pertolongan ibunya, karena IgA tidak terdapat dalam organisme bayi yang baru lahir. Selama periode ini, IgA yang terdapat dalam ASI akan melindungi sistem pencernaan bayi terhadap mikroba. Seperti IgG, jenis antibodi ini juga akan hilang setelah mereka melaksanakan semua tugasnya, pada saat bayi telah berumur beberapa minggu (Judarwanto, 2009).

2.5.4 Imunoglobulin D

Konsentrasi IgD dalam serum sangat sedikit (0,03 mg/ml), sangat labil terhadap pemanasan dan sensitif terhadap proteolisis. Berat molekulnya adalah 180.000. Rantai δ mempunyai berat molekul 60.000 – 70.000 dan l2% terdiri dari karbohidrat. Fungsi utama IgD belum diketahui tetapi merupakan imunoglobulin permukaan sel limfosit B bersama IgM dan diduga berperan dalam diferensiasi sel ini (Judarwanto, 2009).

IgD juga terdapat dalam darah, getah bening, dan pada permukaan sel B. Mereka tidak mampu untuk bertindak sendiri-sendiri. Dengan menempelkan dirinya pada permukaan sel-sel T, mereka membantu sel T menangkap antigen (Judarwanto, 2009)

2.5.5 Imunoglobulin E

IgE merupakan antibodi yang beredar dalam aliran darah. Antibodi ini bertanggung jawab untuk memanggil para prajurit tempur dan sel darah lainnya untuk berperang. Antibodi ini kadang juga menimbulkan reaksi alergi pada tubuh. Karena itu, kadar IgE tinggi pada tubuh orang yang sedang mengalami alergi (Endaryanto, 2009)

Tabel 1.1 Macam-Macam Imunoglobulin

KELAS

TEMPAT

FUNGSI

Ig G

Bentuk antibodi utama di sirkulasi

Mengikat patogen, mengaktifkan

komplemen, meningkatkan fagositosis

Ig M

Di sirkulasi , antibodi terbesar

Menggumpalkan sel

Ig A

Di saliva , susu

Mencegah patogen menyerang sel

epitel traktus digestivus dan

respiratori.

Ig D

Di sirkulasi , jumlahnya paling kecil

Menandai Kematuran sel B

Ig E

Berikatan dengan reseptor basofil dan sel mast dalam jaringan

Bertanggung jawab dalam respon alergi

(Nuraini, 2008)

2.6 Antigen

Antigen merupakan bahan asing yang dikenal dan merupakan target yang akan dihancurkan oleh sistem kekebalan tubuh. Antigen ditemukan pada permukaan seluruh sel. Akan tetapi dalam keadaan normal, sistem kekebalan seseorang tidak bereaksi terhadap selnya sendiri. Sehingga dapat dikatakan antigen merupakan sebuah zat yang menstimulasi tanggapan imun, terutama dalam produksi antibodi. Antigen biasanya berupa protein atau polisakarida, tetapi dapat juga berupa molekul lainnya, termasuk molekul kecil (hapten) yang dipasangkan ke protein-pembawa. Pada umumnya, antigen-antigen dapat di klasifikasikan menjadi dua jenis utama, yaitu antigen eksogen dan antigen endogen (Filza, 2008).

2.6.1 Antigen Eksogen

Antigen eksogen adalah antigen-antigen yang disajikan dari luar kepada hospes dalam bentuk mikroorganisme, tepung sari, obat-obatan atau polutan. Antigen ini bertanggungjawab terhadap suatu spektrum penyakit manusia, mulai dari penyakit infeksi sampai ke penyakit-penyakit yang dibenahi secara immologi, misalnya astma. Virus influenza misalnya yang merupakan penyebab utama epidemik penyakit saluran pernapasan pada manusia, terdapat di alam dalam berbagai jenis antigenic yang dikenal sebagai A, B, dan C. Jenis-jenis ini menggambarkan berbagai macam-macam mutasi virus. Populasi yang rentan akan diinfeksi oleh serotype tertentu. Setelah sembuh dan imunitas terbentuk, virus ini tidak lagi memperbanyak diri, karena mereka tidak cukup mendapat individu rentan untuk mendapatkan infeksi lanjutan. Namun sesuai dengan tekanan selektif, virus ini diketahui melakukan mutasi, kemudian akan melakukan mutasi, kemudian akan muncul varian baru virus influenza. Bila cukup virulen , varian baru ini bertanggungjawab pada epidemik baru. Dengan demikian manusia mampu mengatasi suatu epidemik, tetapi organisme menciptakan epidemi baru (Filza, 2008).

2.6.2 Antigen Endogen

Antigen endogen adalah antigen yang terdapat didalam tubuh dan meliputi antigen-antigen berikut: antigen senogeneik (heterolog), antigen autolog dan antigen idiotipik atau antigen alogenik (homolog). Antigen senogeneik adalah antigen yang terdapat dalam aneka macam spesies yang secara filogenetik tidak ada hubungannya, antigen-antigen ini penting untuk mendiagnosa penyakit. Kelompok-kelompok antigen yang paling banyak mempunyai arti klinik adalah kelompok-kelompok antigen yang digunakan untuk membedakan satu individu spesies dengan individu spesies yang sama. Pada manusia determinan antigen semacam ini terdapat pada sel darah merah, sel darah putih trombosit, protein serum, dan permukaan sel-sel yang menyusun jaringan tertentu dari tubuh, termaksud antigen-antigen histokompatibilitas. Antigen ini dikenal antigen polomorfik, karena adanya dua atau lebih bentuk-bentuk yang berbeda secara genetik didalam populasi (Filza, 2008).

2.7 Organ Limfoid

2.7.1 Thymus

Thymus merupakan organ yang terletak di dalam mediastinum di depan pembuluh-pembuluh darah besar yang meninggalkan jantung , yang termasuk dalam organ limfoid primer. Thymus merupakan satu-satunya organ limfoid primer pada mamalia yang tampak dan merupakan jaringan limfoid pertama pada embrio sesuadah mendapat sel induk dari saccus vitelus. Limfosit yang terbentuk mengalami proliferasi , tetapi sebagian akan mengalami kematian , yang hidup akan masuk ke dalam peredaran darah sampai ke organ limfoid sekunder dan mengalami deferensiasi menjadi limfoit T. Limfosit ini akan mampu mengadakan reaksi imunologis humoral. Germinal centers tidak terdapat di organ ini (Nuraini, 2008).

Limfosit sangat penting bagi perkembangan, karena adanya sejenis limfosit yang bertanggung jawab atas penolakan jaringan cangkok, delayed hypersensitivity, reaksi terhadap fungsi mikroorganisme dan virus tertentu. Limfosit thymus baru bersifat imunopektin apabila sudah berada di luar thymus. Limfosit besar akan berproliferasi di cortex tepi membentuk limfosit kecil yang berkelompok di cortex sebelah dalam (Filza, 2008).

2.7.2 Nodus Limfatik

Nodus limfatik merupakan organ kecil yang terletak berderet-deret sepanjang pembuluh limfe. Jaringan parenkimnya merupakan kumpulan yang mampu mengenal antigen yang masuk dan memberi reaksi imunologis secara spesifik. Organ ini berbentuk seperti ginjal atau oval dengan ukuran 1-2,5 mm. Bagian yang melekuk ke dalam disebut hillus , yang merupakan tempat keluar masuknya aliran darah. Nodus limfatik tersebar pada ekstrimitas , leher , dan abdomen. Nodus limfatik terdiri atas jaringan limfoid yang ditembusi anyaman pembuluh limfe khususyang disebut sinus limfatikus. Nodus limfotik sendiri dibungkus oleh jaringan pengikat sebagai kapsula yang menebal di daerah hillus dan beberapa jalur menjorok ke dalam sebagai trabekula. Parenkim diantara trabekula diperkuat oleh anyaman serabut retikuler yang berhubungan dengan sel retikuler. Diantara anyanman ini diisi oleh limfosit , plasmid, dan sel makrofag. Parenkim nodus limfotik terbagi atas cortex dan medula (Mader, 2000).

Fungsi imunologis nodus limfotik disebabkan adanya limfotik dan plasmid dengan bantuan makrofag untuk mengenal antigen dan pembuangan antigen fase terakhir. Nodus limfotik juga merupakan tempat penyebaran sel-sel yang baru dilepas oleh thymus atau sumsum tulang. Apabila di dalam nodus limfotik ditemukan eritrosit dengan jumlah yang sangat banyak maka disebut hemal nodes. Jenis ini ditemukan pada domba , tetapi tidak pada manusia (Nuraini, 2008).

2.7.3 Lien

Lien merupakan organ limfoid yang terletak di cavum abdominal di sebelah kiri atas di bawah diafragma dan sebagian besar dibungkus oleh peritonium. Lien merupakan organ penyaring yang kompleks yaitu dengan membersihkan darah dari bahan-bahan asing dan sel-sel mati disamping sebagai pertahanan imunologis terhadap antigen. Organ ini berfungsi pula untuk mendegradasi hemoglobin , metabolisme Fe , tempat persediaan trombosit , serta sebagai tempat limfosit T dan B. Pada beberapa binatang , lien berfungsi pula untuk pembentukan eritrosit , granulosit , dan trombosit (Anonim, 2009)

Lien dibungkus oleh jaringan padat sebagai capsula yang melanjutkan diri sebagai trabecula. Capsula akan menebal di daerah hilus yang berhubungan dengan peritoneum. Capsula dan trebecula terdiri atas jaringan pengikat padat dengan sel otot polos dan anyaman serabut elastis. Permukaan luar terdiri atas jaringan pengikat padat dengan sel otot polos dan anyaman serabut elastis. Permukaan luar terdiri dari sel mesotil sebagai bagian peritoneum. Trabecula merupakan lanjutan capsula yang membawa arteri, vena , dan pembuluh limfe. Trabecula mengandung lebih banyak serabut elastis dan beberapa serabut sel otot polos. Ada tiga teori mengenai hubungan arteri dan vena; yaitu :

1. Teori sirkulasi terbuka. Teori ini menyatakan bahwa darah dari kapiler bermuara di dalam celah-celah antara sel retikuler kemudian perlahan-lahan kembali ke sinus venosus.

2. Teori sirkulasi tertutup. Teori ini menyatakan bahwa kapiler berhubungan langsung dengan sinus venosus.

3. Teori kompromi. Teori ini menyatakan bahwa di dalam lien terdapat kedua macam sirkulasi tersebut di satu tempat.

Primodium lien tampak pada embrio umur 8-9 minggu sebagai suatu penebalan jaringan mesenkim pada mesogastrium dorsalis. Limfosit di dalam lien sebagian berupa limfosit T , sebagian dari medulla oseum yang di bawah pengaruh limfosit B. Makrofag di dalam lien kemungkinan berasal dari sel iduk dalam medulla osseum. Apabila lien diangkat , fungsinya akan diambil alih oleh organ lain. Apabila terjadi luka , akan terjadi kesembuhan dengan timbulnya jaringan pengikat (Anonim, 2009).

2.7.4 Tonsil

2.7.4.1 Tonsil Lingualis

Tonsil lingualis terdapat pada facies dorsalis radix linguae sebagai tonjolan-tonjolan bulat. Pada permukaannya terdapat lubang kecil yang melanjutkan diri sebagai celah invaginasi (crypta) yang dilapisi oleh epitel gepeng berlapis. Crypta tersebut dikelilingi oleh jaringan limfoid. Sejumlah limfosit yang mengalami infiltrasi dalam epitel dan berkumpul dalam crypta yang kemudian mengalami degenerasi dan membentuk suatu kumpulan dengan sel epitel yang sudah terlepas bersama bakteri sebagai detritus. Kadang-kadang di dalam crypta bermuara kelenjar mukosa(Nuraini, 2008)

2.7.4.2 Tonsil Palatina

Diantara arcus glossopalatinus dan arcus pharyngopalatinus terdapat dua buah jaringan limfoid di bawah membran mukosa yang masing-masing disebut tonsil palatina. Epitel bersama jaringan pengikat yang menutupi mengadakan invaginasi membentuk crypta sebanyak 10-20 buah. Pada dasr cryta , batas antara epitel dan jaringan limfoid kabur karena infiltrasi limfosit dalam epitel. Limfosit yang telah melintasi epitel bersama dengan leukosit dan sel epitel yang mati sebagai corpusculum salivarius. Apabila pada tonsil palatina ditemukan granulosit maka diindikasikan terjadi suatu peradangan (Nuraini, 2008)

2.7.4.3 Tonsil Pharyngealis

Pada atap dan dinding dorsal nasopharink terdapat kelompok jaringan limfoid yang ditutupi pula oleh epitel yang dinamakan tonsila pharyngealis. Jenis epitelnya sama dengan epitel tracus respiratorius , yaitu epitel semu berlapis bercillia dengan sel piala. Epitelnya tidak mengadakan invaginasi membentuk crypta , tetapi melipat-lipat. Pada puncak lipatan banyak infiltrasi limfosit , di bawah epitel terdapat nodulus limfaticus yang mengikuti lipatan-lipatan. Jaringan limfoid dipisahkan oleh capsula tipis jaringan pengikat dan di luar capsula terdapat kelenjar-kelenjar campuran yang saluran keluarnya menembus jaringan limfoid dan bermuara di dalam saluran lipatan epitel (Nuraini, 2008).

Gambar 2.3 Organ Limfoid Manusia. Organ limfoid pada manusia terdiri atas kelenjar thymus, spleen, kelenjar limfatik, sumsum tulang dan tonsil. Sumsum tulang dan kelenjar thymus merupakan tempat sintesis limfosit (B dan T) yang berperan penting pada respon imun manusia. Karena itulah sumsum tulang dan kelenjar thymus disebut sebagai organ limfoid utama (Albert, 2002).

2.8 Sel Yang Berperan Pada Sistem Imun

2.8.1 Permukaan Tubuh , Mukosa , dan Kulit

Permukaan tubuh merupakan pertahanan pertama terhadap penetrasi mikroorganisme. Bila penetrasi mikroorganisme terjadi juga, maka mikroorganisme yang masuk akan berjumpa dengan elemen lain dari sistem imunitas alamiah (Judarwanto, 2009).

Pada mukosa dan kulit terdapat kelenjar bersilia. Kelenjar bersilia terbut dapat menghambat penetrasi mikroorganisme. Enzim seperti lisozim dapat pula merusak dinding sel mikroorganisme (Judarwanto , 2009).

2.8.2 Makrofag

Sel makrofag mempunyai reseptor untuk IgG1 dan IgG3 pada fragmen Fc. Ikatan antibodi dan makrofag secara pasif akan memungkinkan makrofag memfagosit antigen yang telah dibungkus antibodi (opsonisasi). Ikatan ini terjadi pada subkelas IgG1 dan IgG3 pada lokasi domain CH3 (Nuraini,2008).

Makrofag menghasilkan sitokin dalam jumlah yang berlebihan sehingga makrofag merupakan sel efektor penting dalam bentuk tertentu imunitas yang diperantarai oleh sel (misalnya hipersensitivitas tipe lambat). Sitokin ini tidak hanya mempengaruhi sel B dan sel T ,tetapi juga mempengaruhi sel lain, termasuk endotel dan fibroblast (Kumar, 2004)

Makrofag memfagosit (dan akhirnya membunuh) mikroba yang diikat oleh antibodi. Oleh karena itu , makrofag merupakan efektor yang penting pada imunitas humoral (Kumar, 2004).

2.8.3 Sel ‘natural killer’ (NK)

Sel NK adalah sel limfosit yang dapat membunuh sel yang dihuni virus atau sel tumor. Interferon adalah zat yang diproduksi oleh sel leukosit dan sel yang terinfeksi virus, yang bersifat dapat menghambat replikasi virus di dalam sel dan meningkatkan aktivasi sel NK (Judarwanto, 2009)

Sel NK berukuran sedikit lebih besar daripada limfosit kecil dan berjumlah 10% hingga 15% limfosit darah perifer. Sel ini mengandung granula azurofilik yang berlimpah dan mampu menghancurkan berbagai sel tumor , sel yang terinfeksi virus, dan beberapa sel normal. Sel ini diklasifikasikan sebagai bagian sistem imun bawaan (non spesifik) yang merupakan lapis pertama pertahanan terhadap berbagai macam serangan. Sel NK mengeluarkan dua tipe reseptor permukaan yang memperkuat kemampuannya membunuh sel neoplastik atau sel yang terinfeksi virus (Kumar, 2004).

2.8.4 Limfosit

Limfosit merupakan pusat sistem kekebalan yang berperan utama dalam respon imun spesifik. Limfosit berfungsi sebagai :

1. Melindungi tubuh dari infeksi virus

2. Membantu sel lainnya untuk melindungi tubuh dari infeksi bakteri dan jamur

3. Berubah menjadi sel yang membentuk antibodi (sel plasma)

4. Melawan sel kanker

5. Membantu mengatur aktivitas sel lainnya dalam sistem kekebalan

Sel limfosit terbagi menjadi dua , yaitu limfosit B dan limfosit T. Limfosit B (disebut juga sel B) berasal dari sumsum tulang dan matang di dalam sumsum tulang. Sedangkan limfosit T (disebut juga sel T) berasal dari sumsum tulang, tetapi proses pematangannya terjadi di dalam kelenjar thymus.

Sel B akan menjadi sel plasma yang nantinya berperan sebagai antibodi untuk membantu tubuh menghancurkan sel-sel abnormal dan organisme penyebab infeksi ; misalnya bakteri, virus, dan jamur. Antibodi merupakan objek utama yang mengenali materi asing yang masuk ke dalam sel , misalnya protein dan polisakarida yang merupakan komponen dinding sel bakteri. Selain itu terdapat pula sel B pembelah dan sel B memori. Sel B pembelah nantinya akan menghasilkan sel limfosit dengan cepat dan banyak , sedangkan sel B memori berfungsi untuk mengingat antigen yang pernah terpapar (masuk) di dalam tubuh (Karp, 1999).

Sel T sendiri terbagi atas sel T pembantu dan sel T pembunuh. Sel T pembunuh akan mengenali dan menghancurkan sel abnormal atau sel yang terinfeksi. Sel T pembunuh dikenal pula sebagai sel T sitotoksik. Sedangkan sel T penolong akan membantu sel lainnya untuk menghancurkan organisme penyebab infeksi. Artinya sel T penolong merupakan pengatur respon imun dan menentukan kualitas respon imun. Sel T penolong ini hanyalah mengatur , tidak membunuh. Sel T pembantu merupakan sel utama dan reaksinya merupakan yang terpenting dalam proses respon imun. Akan tetapi , selain dua kelompok sel T di atas terdapat pula sel T penekan yang menekan aktivitas limfosit lainnya sehingga tidak menghancurkan jaringan normal. Sel T penekan akan bekerja setelah infeksi berhasil diatasi (Karp, 1999).

Secara singkat perbedaan antara sel B dan sel T tersaji pada tabel di bawah ini :

No

Limfosit B

Limfosit T

1

Dibuat di sumsum tulang dan dimatangkan di sumsum tulang

Dibuat di sumsum tulang , tetapi dimatangkan di thymus

2

Berperan dalam imunitas humoral

Berperan dalam imunitas selular

3

Menyerang antigen yang ada di cairan sel

Menyerang antigen yang berada di dalam sel

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Manusia mempunyai suatu sistem imun yang akan melindungi tubuh dari berbagai unsur patogen seperti bakteri , virus , fungi , protozoa , atau pun parasit yang dapat menyebabkan infeksi. Respon imun sangat bergatung pada kempuan sistem imun untuk mengenal dan menyingkirkan zat asing atau antigen. Ada dua jenis respon imun , yaitu respon imun spesifik dan respon non spesifik. Respon imun non spesifik umumnya merupakan imunitas bawaan (innate immunity) , yaitu dengan cara fagositosis yang diperankan oleh leukosit ; terutama neutrofil dan monosit. Sedangkan respon imun spesifik (adaptive immunity) merupakan respon imun yang timbul karena adanya antigen tertentu dimana tubuh pernah terpapar antigen tersebut sebelumnya. Limfosit memegang peranan penting dalam respon imun spesifik. Hal ini dikarenakan sel-sel limfosit dapat mengenal setiap jenis antigen ; baik antigen itraseluler maupun ekstraseluler. Limfosit T akan menimbulkan respon imun seluler , sedangkan limfosit B akan menimbulkan respon imun humoral. Limfosit B nantinya akan memproduksi suatu protein terlarut yang dikenal sebagai imunoglobulin.

DAFTAR PUSTAKA

Albert , B,D.Bray ;J. Lewis , M.Raff. 2002. Mollecular Biology of The Cell. Garland science : New York

Endarwanto, Anang. 2009. Prospek Probiotik Dalam Pencegahan Alergi Melalui Induksi Aktif Toleransi Imunologis. SFM Ilmu Kesehatan Anak F-K Unair : Surabaya.

Filza. 2008. Antigen Dan Antibodi. http://filzahazny.wordpress.com. Diakses pada tanggal 29 September 2009 Pukul 12.20 WIB

Judarwanto. 2009. Respon Imun . http://precadet.com/health issues . Diakses Tanggal 2 September 2009 Pukul 20.30 WIB

Karp , G. 1999. Cell and Malecular Biology. John Wiley & Sons, Inc : Canada.

Kumar, Vinay . 2004. Buku Ajar Patologi. Penerbit Buku Kedokteran EGC : Jakarta

Mader . 2000. Human Biology, sixth edition. The McGrawHill Companies, Inc : USA

Nuraini. 2008. Dasar-Dasar Imunobiologi . Universitas Indonesia Press : Jakarta

No comments: