Pages

Friday, November 19, 2010

Zat Pengatur Tumbuh


Pada pertengahan 1800-an, ahli fisiologi tumbuhan bangsa Jerman, Julius Von Sachs, menduga bahwa bentuk tumbuhan disebabkan oleh adanya kegiatan senyawa-senyawa pembentuk organ yang bersifat spesifik. Akan tetapi, usaha untuk mengisolasi senyawa tersebut belum berhasil. Penelitian baru-baru ini menunjukkan bahwa tumbuhan mengandung senyawa-senyawa yang mendorong inisiasi proses-proses biokimia yang akhirnya mengakibatkan pembentukan organ dan aspek-aspek tumbuh lainnya. Senyawa-senyawa tersebut saat ini digolongkan sebagai auksin, giberrelin, sitokinin dan fenolik. Disamping kelompok senyawa tersebut, ada dua senyawa lain, yaitu etilen dan asam absisik. Secara keseluruhan senyawa-senyawa tersebut dikenal sebagai fitohormon (Heddy, 1989).
Walaupun hormon tumbuhan  memiliki fungsi yang sama dengan hormon  pada manusia ataupun hewan, ada sedikit perbedaan diantara keduanya. Hormon tumbuhan atau lebih sering disebut fitohormon merupakan senyawa organik yang disintesis di salah satu bagian tumbuhan untuk dipindahkan ke bagian lain dan mampu menimbulkan suatu respon fisiologis meskipun konsentrasinya rendah. Respon pada organ sasaran tidak perlu bersifat memacu karena proses seperti pertumbuhan ataupun diferensiasi terkadang malah terhambat oleh suatu hormon. Karena itulah dapat dikatakan bahwa setiap hormon mempengaruhi respon pada beberapa bagian tumbuhan dan respon tersebut bergantung pada spesies, bagian tumbuhan, fase tumbuh, interaksi antar hormon, serta beberapa faktor lingkungan (Salisbury dan Ross, 1995).
Seiring dengan berkembang pesatnya dunia pengetahuan, khususnya teknik kultur jaringan, para peneliti berhasil mensintesis senyawa-senyawa yang dinamankan fitohormon dimana fungsi dan mekanisme kerja hormon sintetik tersebut tidak jauh berbeda dengan hormon tumbuhan alami. Fitohormon sintesis itu dikenal dengan nama zat pengatur tumbuh/ ZPT. Zat pengatur tumbuh pada tanaman adalah senyawa organik bukan hara, yang dalam jumlah sedikit dapat mendukung, menghambat, dan dapat merubah proses fisiologi tumbuhan(Abidin, 1995 dalam Wulandari, 2004). Zat pengatur tumbuh angat diperlukan sebagai komponen media bagi pertumbuhan dan diferensiasi. Tanpa penambahan zat pengatur tumbuh dalam media,  pertumbuhan sangat terhambat bahkan mungkin tidak tumbuh sama sekali. Pembentukan kalus dan organ-organ ditentukan oleh penggunaan yang tepat dari zat pengatur tumbuh tersebut (Hendaryono dan Wijayani, 1994).
Gunawan (1990) dalam Nisa dan Rodinah (2005) menyebutkan bahwa dua golongan  zat pengatur tumbuh yang sangat penting dalam teknik kultur jaringan adalah sitokinin dan auksin. Auksin dan sitokinin adalah zat pengatur tumbuh yang sering ditambahkan dalam media tanam karena mempengaruhi pertumbuhan dan organogenesis dalam kultur jaringan dan organ (Wulandari, dkk., 2004).

No comments: