Pages

Wednesday, March 16, 2011

Manfaat Dan Aplikasi Studi Interaksi Hewan-Tumbuhan


Secara umum, pola interaksi organisme di sebuah komunitas dapat bersifat mutualisme, parasitisme, neutralisme, komensalisme, amensalisme, dan kompetisi. Pada suatu komunitas, interaksi merupakan peristiwa kompleks dan rumit yang tidak dapat dipelajari secara terpisah sehingga terkadang sifatnya tidak bersifat absolut secara jangka panjang  dan berbeda antara spesies yang satu dan yang lain. Secara sederhana interaksi antara hewan dengan tumbuhan bersifat mutualisme bagi keduanya dimana tumbuhan mutlak digunakan oleh hewan sebagai sumber energi (makanan) atau sebagai tempat berlindung, sedangkan manfaat yang diperoleh tumbuhan adalah mampu menyebarkan bijinya serta mempercepat peristiwa penyerbukannya atas bantuan hewan. Di sisi lain, mutualisme tersebut memberikan manfaat tersendiri bagi manusia.
Manfaat paling nyata yang dihasilkan oleh interaksi hewan dan tumbuhan bagi manusia terlihat pada sektor pertanian, perkebunan, atau agroforesty. Dengan adanya hewan, penyerbukan tanaman dapat berlangsung secara cepat khususnya pada tanaman berumah dua. Interaksi antara polinator dan spesies tumbuhan tersebut salah satunya diaplikasikan pada pengelolaan urban agriculture atau kultivasi tanaman di lahan peripheral atau pinggiran kota. Pembentukan urban agriculture ini dilakukan untuk meningkatkan produktivitas pangan dengan memaksimalkan area yang minimum dimana pembentukan kawasannya dapat dikatakan sebagai fragmentasi habitat. Fragmentasi habitat pada sistem urban agriculture tersebut tentunya ditata sedemikian rupa supaya tidak menimbulkan spesies invasive yang pada akhirnya akan merusak ekosistem, sebaliknya pembentukan habitat baru pada sistem urban agriculture tersebut bertujuan untuk mendatangkan spesies hewan yang bersifat pollinator. Welzel (2010) mengemukakan bahwa pengelolaan ekosistem dengan membentuk urban agriculture merupakan salah satu cara untuk meningkatkan ‘hidup’ manusia. Hal ini dikarenakan pollinator (hewan), yang dalam hal ini adalah lebah, lebih mudah menemukan tumbuhan yang menjadi sumber nutrisinya. Pada penelitiannya, Welzel (2010) juga menjelaskan bahwa sunflower (Helianthus annus) yang ditanam semakin meningkatkan ‘kunjungan’ lebah madu dimana lebah madu tersebut akan mendorong serangga pollinator lain untuk mengunjungi area tersebut sehingga penyerbukan tanaman tomat, strawberry, dan juga lemon di sana (Berkeley, California, USA) berlangsung lebih cepat.
Interaksi antara hewan dan tumbuhan dapat pula diaplikasikan pada sektor perkebunan dimana salah satunya adalah penghentian pemakaian pestisida atau pembasmi hama lainnya. Contohnya adalah penggunaan semut rangrang sebagai ‘insektisida’ alami pada pohon jeruk. Tanaman jeruk kerap kali terserang oleh kutu daun dan kutu putih di bagian pucuk daun. Hal tersebut mengakibatkan pucuk daun mengerut dan menghambat pembentukan bunga yang pada akhirnya tidak dapat menghasilkan buah. Para petani jeruk pada umumnya menggunakan insektisida untuk mengurangi infeksi hama pada pohon jeruknya, tetapi penggunakan insektisida tersebut pada akhirnya memunculkan masalah lain khususnya pencemaran lingkungan. Solusi yang dapat digunakan adalah dengan mengaplikasikan interaksi antara spesies hewan dengan tumbuhan, yaitu semut rangrang dan pohon jeruk. Penggunaan semut rangrang sebagai insektisida relatif mudah. Sarang semut cukup diletakkan di ujung pohon dan diberi makanan berupa bekicot pada saat peletakan awal. Setelah itu semut akan berkembang biak dengan sendirinya tanpa harus diberi pakan. Satu pohon jeruk hanya membutuhkan satu sarang semut untuk menghindari infeksi kutu daun. Singkat kata semut rangrang merupakan pengusir hama ‘kutu daun’ bagi tanaman jeruk, sedangkan pohon jeruk merupakan tempat tinggal bagi semut rangrang.
Penggunaan semut rangrang ini juga mampu meningkatkan produksi buah pada pohon jeruk dengan bulir yang lebih berair. Dengan demikian semut rangrang dapat memberikan keuntungan secara ekonomis pada perkebunan jeruk melalui penghematan biaya insektisida serta peningkatan mutu hasil. Selain itu diperoleh pula keuntungan ekologis terutama meminimalkan resiko pencemaran. Di samping itu, penggunaan semut rangrang juga menguntungkan secara sosial dimana dengan adanya semut rangrang pada pohon jeruk, tingkat pencurian buah jeruk dapat berkurang karena semut rangrang yang bersarang di pohon jeruk kerap kali ‘menggigit’ (Rahayu dan Soeharto, 2008).
Secara tidak langsung interaksi hewan dan tumbuhan dapat pula bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan lainnya, tidak hanya pada bidang ekologi tetapi juga pada bidang botany dan zoology bahkan pengetahuan mengenai evolusi. Misalnya interaksi yang terjadi antara Passionflower vine dengan serangga Heliconius. Passionflower vine menghasilkan zat kimia beracun yang membantu melindungi daunnya dari serangga herbivora, tetapi serangga Heliconius memiliki enzim pencernaan khusus yang mampu mencerna senyawa tersebut (Campbell, 2003). Dengan adanya kontraadaptasi antara Passionflower vine dengan Heliconius maka secara tidak langsung mendorong para ahli botani maupun zoology untuk mengidentifikasi metabolit yang dihasilkan kedua organisme tersebut. Selain itu, interaksi antara Passionflower vine dengan Heliconius dapat dijadikan contoh sederhana bagaimana peristiwa koevolusi terjadi.
Telah dikatakan sebelumnya bahwa interaksi hewan dan tumbuhan merupakan peristiwa yang sangat kompleks dan rumit karena konteksnya berada pada level komunitas. Sehingga untuk mengetahui manfaat dan aplikasinya bagi manusia dan organisme yang terkait di dalamnya masih perlu dilakukan pengkajian yang lebih mendalam.
Daftar Pustaka

Campbell, Neill. 2003. Biologi Jilid 3 Edisi Ke-5. Erlangga: Jakarta.
Rahayu dan Soeharto. 2008. Semut Rangrang Si Penjaga Kebun Jeruk. Majalah Salam.
Welzel, Kevin. 2010. Urban Agriculture and Ecosystem Services: Pollination by Native Bee Communities in Berkeley, California. Spring 2010 : 1-14.

No comments: